Kamis, 07 Mei 2009

Kongzi : Tak Segan Bertanya


Konfucius atau Kongzi (baca: kongce) hidup pada zaman Chun Qiu. Beliau adalah seorang ahli pikir, politikus dan pendidik yang ternama.

Pikiran Ru adalah salah satu ajarannya yang sangat mempengaruhi sejarah Tiongkok selama 2000 tahun lebih. Oleh karena itu, orang menyebutnya sebagai orang bijak, akan tetapi Kongzi tetap rendah hati.

ongzi selalu menganggap setiap orang pasti ada kekurangannya, hanya melalui rajin belajar baru dapat memperbaiki.

Selain itu, Kongzi tidak hanya pandai berbicara saja, perilakunya sesuai dengan perkataan-nya.

Pada suatu hari Kongzi bepergian ke Negara Lu untuk menghadiri upacara penghormatan kepada leluhur yang diselenggarakan oleh Raja.

Kongzi tak segan-segan bertanya kepada siapapun hingga hal-hal yang kecil sekalipun.

Pada saat itu di belakang Kongzi, ada orang mengejeknya sebagai orang yang kuper dan tidak pernah bergaul. Tidak mengerti tata cara upacara kerajaan sedikit pun, semua hal ditanyakan.

Mendengar komentar ini, Kongzi berkata kepada muridnya, “Sesuatu yang kita tidak mengerti, didalam situasi apapun, harus kita tanyakan sampai jelas. Ini sikap yang selalu saya pegang. Kalian juga harus mengikutinya.”

Di negeri Wei, ada seorang Tabib bernama Kongyu, dia gemar sekali belajar, rendah hati dan jujur. Dalam situasi masyarakat pada saat itu, apabila seseorang yang berkuasa atau mempunyai kedudukan meninggal, selalu diberi gelar penghargaan.

Pada saat Kongyu meninggal, raja Wei memberikan gelar Wen Gong kepada Kongyu, agar generasi muda dapat mencontoh semangat belajar dan bertanya Kongyu. Di kemudian hari, orang-orang menyebutnya Kong Wen Zhi.

Murid Kongzi yang berasal dari negara Wei, bernama Zhi Kong, tidak bisa menerima pemberian gelar yang begitu agung itu. Lalu dia bertanya kepada Kongzi, ”Guru pantaskah gelar itu diberikan kepada Kongyu? Padahal masih banyak yang lebih pintar dari Kongyu.”

Kongzi menjawab, ”Orang yang gemar belajar, tidak malu bertanya, baik kepada orang yang memiliki jabatan dan pendidikan lebih rendah. Kongyu pintar, rajin belajar dan tak malu bertanya, tentu gelar penghargaan tersebut tidaklah berlebihan untuknya.”

Read More......

Konfusius: Moral Kebajikan dari Air


Konfusius sedang bersantai sambil mengamati air sungai yang mengalir ke arah Timur. Zi Gong bertanya kepadanya, “Ketika seorang pria sedang mengamati air seperti ini, dia akan sangat menikmatinya. Mengapa seperti itu?”

Konfusius berkata:

Karena air besar dapat terus mengalir tanpa henti. Air sangat baik, mengaliri setiap tanah dimana dia pergi, akan tetapi air tidak mengingat diri sendiri telah melakukan sesuatu yang sangat bagus. Ini seperti moral kebajikan.

Kemanapun dia pergi, meski kadang kadang berada di tempat rendah dan kadang-kadang di tempat tinggi, hanya mengikuti satu prinsip. Seperti halnya keadilan.

Air yang hebat mengalir setiap waktu tanpa henti. Seperti halnya Tao.

Ketika air harus mengalir ke ngarai sedalam puluhan ribu zhang (standard pengukuran China kuno setara dengan 10 chi, atau 11 kaki 9 inchi – 3.58 meter), air akan mengalir tanpa rasa takut. Seperti halnya keberanian.

Air juga selalu tau menempatkan diri. Seperti halnya Fa (Hukum). Ketika air memenuhi suatu wadah, air secara alami akan mengalir memenuhi wadah tersebut tanpa perlu dibentuk. Hal ini sama seperti kebenaran.”

Air juga sangat penuh pertimbangan, secara alami akan mengalir ke manapun. Seperti halnya mencari detail terkecil dalam segala sesuatu.”

Air mengalir dari sumbernya dan secara cepat mengalir ke arah timur. Seperti halnya memiliki tujuan yang lurus dan Mulia.

Air dapat mengalir masuk dan keluar dimanapun dia mengalir, dan juga dapat memurnikan segala sesuatu di dalamnya. Seperti halnya orang bijak yang pandai mengajar.

Air memiliki kebijakan yang berlimpah, sehingga ketika orang dengan kebijakan tinggi melihatnya, mereka akan mengamatinya secara penuh perhatian dan merasa sangat bahagia.

Demikianlah pandangan dari Konfusius mengenai moral kebijakan dari air.

Saya telah melihat banyak sungai tetapi tidak pernah mengamati bahwa air memiliki moral kebajikan yang besar, yang mungkin terlewatkan begitu saja ketika kita melihatnya, memiliki mata tapi tidak melihat, dan karenanya, saya sangat malu.

Seorang artis luar negeri pernah mengatakan, “Hidup ini begitu indah, tetapi hanya kurang mata untuk melihat sesuatu yang indah di dalamnya.”

Seorang ahli filosofi di China mengatakan, “Di dunia ini ada begitu banyak keabadian, tetapi hanya kurang mata yang bijak untuk menemukan keabadian.”

Tao mengatakan, “Manusia mengikuti bumi, bumi mengikuti langit, dan langit mengikuti Tao, dan Tao mengikuti apa yang terjadi secara alami.” Hari ini, setelah membaca “Konfusius mengenai moral kebajikan dari air” saya telah mengerti kata-kata ini dengan lebih baik.

Read More......

Konfusius Bicara tentang Nasib Suatu Bangsa


Raja Lu Ai Gong bertanya pada Konfusius, "Apakah benar nasib dari suatu bangsa ditentukan dari langit dan bukannya dari tindakan-tindakan pemimpinnya?"

Konfusius menjawab, "Nasib negara Anda akan tergantung pada tindakan-tindakanmu sendiri. Dalam kasus tertentu tindakan anda itu tidak dapat mengubah nasib bangsa Anda."

Raja berkata, "Baiklah. Bisakah anda memberikan beberapa fakta mengenai pernyataan ini?"

Konfusius berkata, "Selama periode Raja Zhou dari Dinasti Shang, dekat tembok ibukota ada seekor burung kecil yang melahirkan seekor burung besar. Raja berkonsultasi dengan seorang peramal mengenai hal tersebut. Peramal berkata, 'Bilamana suatu hal yang lebih kecil beranak lebih besar, itu berarti bahwa bangsa akan mampu mempersatukan lahan dan bangsa menjadi semakin makmur.' Mendengar itu Raja menjadi sangat puas. Ia berpikir bahwa ia bisa bergantung pada pertanda. Ia berhenti bekerja keras dalam memerintah negerinya dan menjadi sangat brutal terhadap para pejabat dan rakyatnya. Tidak satu pun dari pejabat di penjara kerajaan mampu menghentikannya. Pada akhirnya, musuh dari luar menyerang negeri mereka dan menggulingkan Dinasti Shang. Ini adalah sebuah contoh dari suatu pertanda yang baik yang membawa bencana, alasan tersebut menjadikan raja berpedoman pada tindakan yang baik dan menentang hukum dari langit.

Sebagai perbandingan, dalam kurun waktu pemerintahan Raja Zhou leluhur Raja Tai Wu, moralitas masyarakat sangat jelek dan hukum bangsa tersebut sangat kacau. Kejadian ini menyebabkan pertumbuhan dari suatu tanaman yang tidak lazim, yang tumbuh di dalam lingkungan kerajaan. Tanaman tumbuh sangat cepat. Dalam tujuh hari, tanaman membesar hingga cukup dipeluk oleh dua orang. Raja berkonsultasi dengan seorang peramal dan ia berkata, 'Tanaman liar jenis ini mestinya tidak tumbuh di lingkungan kerajaan, namun sekarang itu yang terjadi. Ini berarti bahwa bangsa akan menjelang masa akhir.' Raja Tai Wu sangat ketakutan. Ia mulai memperhatikan tindakan-tindakannya secara hati-hati dan ia juga berpikir bagaimana para raja yang sebelumnya menguasai bangsa tersebut secara benar dan memperhatikan orang-orangnya. Dalam tiga tahun, banyak raja dari negara lain telah mendengarkan tentang kebaikan Raja Tai Wu dan sebanyak enam belas raja telah mengirimkan para pesuruh mereka untuk mengunjungi dan menghormati Raja Dinasti Shang. Ini adalah sebuah contoh tentang menghentikan tindakan-tindakan tidak baik yang diakibatkan firasat buruk telah berbalik menjadi kebaikan.

Oleh karena itu, ketika langit membuat gejala dan berbagai bencana muncul, itu adalah peringatan langit kepada para penguasa; ketika pejabat bermimpi tentang kisah-kisah penuh arti dan asing, itu adalah peringatan langit kepada pejabat-pejabat. Bencana-bencana dan gejala asing atau aneh tidak akan mengalahkan kebijakan-kebijakan yang baik dan keputusan-keputusan baik suatu bangsa; mimpi-mimpi tidak akan mengalahkan akhlak tinggi dan kebaikan-kebaikan besar. Jika seseorang dapat berbuat seperti ini - mengalahkan tindakan-tindakan tidak baik dan mengikuti tindakan-tindakan benar - ini akan menjadi cara terbaik untuk mengatur suatu negeri. Hanya para raja orang yang bijaksana mampu melakukannya."

Raja Lu Ai Gong berkata, "Pengajaranmu itu mampu memberikan koreksi dengan tepat atas kelalaian saya. Adalah sangat luar biasa bisa mendengarkan pengajaranmu!"

Raja Zhou menghentikan tindakan-tindakan baik dan berubah menjadi jahat, dan negerinya menjadi hancur . Raja Tai Wu menghentikan tindakan-tindakan tidak baik dan berubah menjadi baik, dan negerinya menjadi maju. Dewasa ini Rezim Komunis China telah melakukan suatu pemerintahan diktator sejak permulaan, sudah melakukan bermacam-macam perbuatan jahat, hendaknya bercermin pada kisah Raja Zhou ini.

Read More......

Kong Miao di Qu Fu, Kelenteng Terbesar Pemujaan Konghucu


Kong Zi (baca: Khong Ce, di Indonesia lazim disebut Khonghucu atau Confucius) bernama Qiu, dengan julukan Zhong Ni, warga dari Negara Lu pada masa Chun Qiu. Oleh karena Kong Zi telah mendirikan Konfusianisme, pada zaman Tiongkok kuno mendapatkan sebutan hormat "Guru Teladan Abadi" dan "Guru Senior Paling Sakral".

Generasi selanjutnya menghormati Kong Zi dengan mendirikan banyak Kong Miao (Sebutan Tempat Ibadah Khonghucu, di Indonesia lazim disebut Bun Bio) di berbagai tempat, sebagai kelenteng pemujaan terhadap Kong Zi.

Kong Miao di kota Qu Fu, kampung halaman Kong Zi – propinsi Shan Dong, adalah yang paling besar dan paling tua. Kong Miao tersebut bersama-sama dengan Kong Fu (tempat tinggal keturunan Kong Zi) dan Kong Lin (taman makam Kong Zi dan keturunannya) disebut “Tiga Kong”.

Kong Miao di Qu Fu selesai dibangun pada tahun 478 SM, tahun kedua setelah Kong Zi wafat, setelah itu hampir setiap generasi berbagai dinasti terus menambahkan anugerahnya, bersamaan dengan itu juga melakukan perluasan dan renovasi terhadap Kong Miao tersebut sehingga menjadi luas seperti sekarang ini.


Kong Miao dibangun sesuai spesifikasi istana kerajaan, pada poros tengah terdapat Pemukiman dan Halaman Jiu Jin, bagian depan terdapat Pintu Ling Xing, Pintu Sheng Shi, Pintu Hong Dao, Pintu Da Zhong, Pintu Tong Wen, Paviliun Kui Wen, Tiga Belas Punjung (rumah kecil di taman) Yu Bei; dimulai dari Pintu Da Cheng dibagi menjadi tiga jalur:

Jalur Tengah terdapat Pintu Da Cheng, Xing Tan, balairung Da Cheng, balairung Qin, balairung Sheng Ji, merupakan tempat pemujaan Kong Zi dan para Bijak lainnya, Jalur Timur adalah tempat kediaman Kong Zi, Jalur Barat terdapat balairung Qi Sheng Wang, tempat pemujaan orang tua Kong Zi dan lain-lain. Total terdapat 460 buah lebih balairung, aula, altar dan paviliun, 54 buah pintu gapura dan 1200 buah lebih pohon tua serta prasasti tulis - bersejarah sebanyak 2.000 buah lebih, ditata dengan sangat hati-hati, agung, megah dan indah.

Gapura "Jin Sheng Yu Zhen" adalah gapura batu pertama sebelum memasuki pintu Kong Miao, "Jin Sheng" adalah suara dari lonceng, menandakan awal dari penabuhan instrument musik; "Yu Zhen" adalah suara dari Qing (suatu instrument kuno, biasanya terbuat dari batu Giok), menandakan akhir dari penabuhan instrument musik, jadi melambangkan sukses besar dari ideologi Kong Zi yang telah menyaripatikan ajaran dari orang-orang suci dan leluhur bijak zaman dahulu.

Pintu Ling Xing adalah pintu besar Kong Miao, Ling Xing adalah Bintang Budaya (salah satu dari 28 rasi bintang) yang ada di langit, nama ini digunakan demi mengekspresikan penghormatan kepada Kong Zi; Gapura Tai He Yuan Qi dan Zhi Sheng Miao berada di dalam area gapura Ling Xing, didirikan pada awal dinasti Ming.

Pintu Sheng Shi (Kala Suci) adalah pintu ring ke dua, nama diambil dari pujian Meng Zi terhadap Kong Zi sebagai "Sang Kala yang Suci", pada masa dinasti Qing raja Yong Zheng menahbiskannya menjadi Pintu Utama Kong Miao, genteng hijau kebiru-biruan bagaikan beristirahat di atas gunung, tampak depan dinding yang merah tua, dinding sebelah dalam yang kuning apricot, cemara-cemara tua di dalam pekarangan yang ijo royo-royo sangat rindang, terkesan sangat dalam dan jauh seolah tak berhingga.

Pintu ring ke-3 adalah "Pintu Hong Dao" yang berarti Pintu Menyebarluaskan Dao, adalah Pintu Besar Kong Miao pada zaman sepuluh tahun masa kekuasaan kaisar Ming Hongwu (dynasty Ming), nama tersebut ditahbiskan pada masa kekuasaan Yong Zheng, dynasti Qing, tahun ke tujuh, diambilkan dari cuplikan (Nama salah satu karya Kong Zi) yakni "Manusia bisa Menyebarluaskan Dao", sebagai pujian kepada Kong Zi yang telah mengkhotbahkan Dao (Prinsip Alam Semesta) dari kaisar-kaisar bijak zaman dahulu seperti Yao, Shun, Yu, Tang, Wen, Wu dan Zhou Gong.

Paviliun Kui Wen mulai didirikan pada masa dinasti Song tahun kedua Raja Tianxi, asalnya bernama Gedung Cang Shu (Penyimpan Buku), adalah salah satu bangunan utama Kong Miao. Kui adalah nama bintang, melambangkan karya sastra/budaya, orang zaman dahulu menyebut bintang Kui sebagai induk dari para birokrat.

Paviliun Kui Wen beratap genteng kuning bagaikan beristirahat di atas puncak gunung, berteritis-melayang bertumpuk tiga, berbalok lengkung empat tingkat. Di dalam pavilion semula disimpan buku-buku pemberian dan karya kaligrafi para raja dan kaisar, juga tempat berlangsungnya “gladi resik” upacara protokoler saat kunjungan kaisar ke Kong Miao. Di koridor pavilion bagian depan terdapat dua buah prasasti batu, di sebelah timur adalah "Kui Wen Ge Fu", hasil karya pujangga dinasti Ming bernama Li Tongyang dan ditulis oleh ahli kaligrafi Qiao Zong; di sebelah barat adalah "Kui Wen Ge Chong Zhi Shuji Ji".

Konon Altar Xing adalah tempat Kong Zi mengajar, berlokasi pada posisi sentral jalan setapak di depan balairung Da Cheng. Tahun kedua masa pemerintahan Tianxi dinasti Song, balairung tengah Kong Miao direnovasi dan diperluas ke belakang, lokasi lama di balairung tengah tanahnya dibersihkan dijadikan altar, pohon Apricot ditanam berkeliling maka dinamakan Altar Xing (Apricot), pada Dinasti Jin di atas altar mulai didirikan punjung.

Bubungannya berbentuk ( + ), empat sisinya dikelilingi gunung, beratap genteng berglazir kuning, plafonnya berukir naga, indah beraneka warna. Disamping altar tumbuh beberapa pohon apricot yang setiap awal musim semi bunga merahnya menari-nari sangat menawan hati.

Balairung Da Cheng adalah balairung utama Kong Miao, tinggi 24,8 m, lebar 45,78 m, kedalaman 24,89 m adalah balirung tengah untuk pemujaaan Kong Zi. Selama hidupnya Kong Zi mengerjakan karya-karya Shi, Shu, Li, Le, Yi dan Chun Qiu serta karya-karya lainnya.

Beliau telah meletakkan fondasi yang kokoh bagi kebudayaan Tionghoa dan dipuja oleh generasi penerus. Teristimewa adalah buku Lun Yu (Kumpulan Pandangan Konfusianisme) dari Kong Zi, berpengaruh sangat mendalam bagi prinsip hidup orang Tionghoa.

Balairung Da Cheng berteritis lebar dan berbubungan 9, genteng kuning dengan bubungan bak melayang, dikelilingi selasar-sirkulasi; bersama dengan balairung Tai He dari Istana Terlarang (Beijing) dan balairung Dai Miao Song Tian Kuang (di Tai Shan) disebut sebagai Tiga Balairung Besar Dari Dunia Timur. Balairung besar berteritis lebar dengan sudut meliuk, balok lengkung yang bersaling-silang, balok berukir dan kolom bergambar, sangat bergaya. Di bawah selasar yang mengelilingi empat sisi berdiri tegak 28 buah kolom batu berukiran naga, semuanya dipahat dari batu utuh.

Patung Kong Zi terletak di posisi sentral di dalam balairung Da Cheng, setinggi 3,35 m, kepalanya memakai mahkota berhiaskan 12 ronce batu giok, mengenakan pakaian raja beratribut 12, tangan memegang zhen gui (seperti tongkat komando terbuat dari batu giok, ujung atas bulat & bawah persegi), persis seperti tata krama kaisar zaman dahulu.

Pada kedua sisinya terdapat empat pendamping, sisi timur menghadap arah barat adalah Orang Suci Yan Hui dan Kong Ji, pada sisi barat menghadap timur terdapat Orang Suci Zeng Shen dan Meng Ke. Diluar itu ada 12 Orang Bijak, yang disebut para murid Kong Zi. Keempat pengiring mengenakan topi berhiaskan 9 ronce batu giok dan 12 Orang Bijak mengenakan topi beronce giok 9, mengenakan jubah dengan 9 atribut, tangan memegang busur Gui, bagaikan tata krama a la Shang Gong pada zaman kuno.

Pada pusat balairung tergantung kaligrafi "Guru Teladan Abadi" yang ditulis sendiri oleh kaisar Kang Xi dan Bian E (papan horizontal berkaligrafi berisi pujian, biasanya diletakkan diatas pintu utama) yang ditulis oleh kaisar Guang Xu, di sebelah selatan adalah Bian E hasil karya dari kaisar Qian Long, diluar pintu dengan posisi tepat di tengah adalah Bian E yang ditulis sendiri oleh kaisar Yong Zhen, berhias relief berbentuk naga dan bertatahkan emas, indah mempesona.

Prasasti berukir dari setiap masa yang ada di dalam Kong Miao, secara kuantitas hanya dibawah rimba prasasti di Xi An, juga sangat banyak prasasti kaisar, ini peninggalan para kaisar sepanjang sejarah sewaktu berkunjung ke Kong Miao, di dalam punjung13 prasasti di depan Da Cheng terdapat prasasti raja sebanyak 50 buah.

Masa hidup Kong Zi bisa diringkas sebagai: "Usia 15 bertekad mau belajar, usia 30 mandiri, 40 tidak bimbang ragu, 50 mengetahui takdir Langit, 60 mendengar dan menurut serta usia 70 menurut kehendak hati dan tidak melanggar aturan" dan mengakiri masa hidupnya dengan membimbing dan mengembangkan ajaran kaum Konfusianis, terhadap ilmu filsafat, sastra, seni, pendidikan dan sejarah dari masyarakat Tiongkok telah menimbulkan pengaruh luar biasa, sebagai kompas bagi pemikiran orang Tionghoa selama 2.000 tahun lebih; bersamaan dengan itu ajaran kaum Konfusianis dijadikan sebagai wakil menonjol dari kebudayaan tradisional Tiongkok, pengaruhnya terhadap generasi penerus bergema sampai ke Asia Timur dan bahkan ke seluruh dunia.

Read More......

Pahlawan Bangsa yang Besar Yue Fei dan Pengkhianat Bangsa Qin Gui


Sebelum pergi berperang melawan tentara Jin, ibu Yue Fei membuat tato empat huruf Jing Zhong Bao Guo (setia berbakti kepada tanah air) di belakang punggungnya, Yue Fei menjadikannya sebagai prinsip menghadapi masalah sepanjang hidup, pengaruhnya sangat mendalam terhadap generasi kemudian.

Apa yang diceritakan dalam ungkapan "ibu Yue Fei membuat tato huruf" adalah peristiwa tersebut. Laskar yang dipimpin Yue Fei disebut "Prajurit Yue", gigih berjuang melawan agresi, mengalahkan prajurit Jin, tentara Jin mengeluh: Mudah menggoncang gunung, namun sulit menggoyang tentara Yue! Perdana Menteri Dinasti Song yang pengkhianat bangsa Qin Gui melihat kegagalan besar prajurit Jin, bukan main paniknya, menyampaikan tuduhan palsu kepada raja, memfitnah Yue Fei mempunyai rencana mengkhianati kerajaan.

Kaisar Gao Zhong menurunkan 12 kali titah tertinggi memerintahkan "Prajurit Yue" yang menang terus agar segera menarik mundur pasukan dan kembali ke istana, rakyat jelata berlutut di pinggir jalan menangis sedih, prajurit Jin merasa sangat gembira.

Pada tanggal 27 Januari 1142 M, Yue Fei dibunuh atas tuduhan mengkhianati kerajaan yang direkayasa oleh Qin Gui, Zhang Jun dan kawan-kawan. Sebelum Yue Fei terbunuh di atas surat pengakuan tertulis delapan kata: "langit terang benderang, langit terang benderang," menghadapi kematian tetap tidak menyerah. Padahal usianya baru 39 tahun, dan masih ada anaknya yang dibunuh pada saat yang sama dengan dirinya yaitu Yue Yun dan Jenderal Zhang Xian. Sajak Yue Fei melawan musuh cinta negeri "Man Jiang Hong" penuh semangat yang berapi-api, membuat ciut nyali prajurit Jin yang mendengarnya.

Setelah Yue Fei terbunuh, juru kunci penjara Kui Shun dengan menempuh risiko, memikul jenazah Yue Fei, melewati tembok kota, dan dengan tergesa-gesa menguburnya di samping Kelenteng Jiu Qu Chong. Dua puluh satu tahun kemudian, Kaisar Xiao Zhong Dinasti Song memerintahkan merehabilitasi nama baik Yue Fei, dan dengan harga tinggi menawarkan hadiah sebesar 500 untai uang bagi yang menemukan jenazah Yue Fei, mengadakan upacara yang khidmat memindahkan makamnya di bawah gunung Qi Xia, yaitu makam Yue Fei sekarang ini. Tahun 4 Jia Tai (tahun 1204) yaitu setelah Yue Fei meninggal, kerajaan menganugerahinya sebagai Raja E.

Pusara Yue Fei disebut juga makam Yue, letaknya di kaki pegunungan selatan pegunungan Qi Xia, Hangzhou, didirikan pada masa Dinasti Song Selatan tahun 14 Jia Ding (tahun 1221), semasa Dinasti Ming diubah menjadi "Kuil Pahlawan Setia", setelah mengalami masa Dinasti Yuan, Ming, Qing, dan masa Republik, pasang surut kuil, diwariskan turun-temurun dan bertahan hingga sekarang. Bangunan sekarang ini adalah dibangun kembali pada tahun 54 Kang Xi Dinasti Qing (1715 M), tahun 1918 pernah direnovasi besar-besaran, dan pada tahun 1979 diperbaharui total, sehingga Kuil Yue bertambah megah. Kuil Yue adalah tempat peringatan pahlawan bangsa Yue Fei sepanjang masa.


Pintu utama Kuil Yue adalah sebuah bangunan atap dobel 2 lapisan, tinggi dan megah, di tengah-tengah tergantung papan tegak yang tertulis kalimat "Kuil Raja Yue", dan di tengah balairung utama "Kuil Pahlawan Setia" tergantung sebuah papan mendatar dengan tulisan "Xin Zhao Tian Re" (ahli menerangi langit), yang ditulis oleh negarawan senior China komunis Ye Jian Ying. Di tengah balairung adalah patung berwarna Yue Fei yang berukuran 4,5 meter, mengenakan jubah piton warna lembayung, lengannya memperlihatkan lapisan emas, menunjukkan semangat kepahlawanan sang jenderal besar.

Tembok atas kedua sisi balairung tertulis empat huruf besar "Jing Zhong Bao Guo" (setia berbakti pada tanah air) yang ditulis oleh Hongzhu, seorang warga Pu Tian pada masa Dinasti Ming. Di atas patung tergantung sebuah papan mendatar yang bertuliskan "Huan Wo He Shan" (kembalikan tanah airku), merupakan tulisan tangan Yue Fei sendiri, kedua sisi kiri kanan masing-masing tergantung sebuah papan horizontal yang bertuliskan "Bi Xie Dan Xin" (darah keadilan dan hati yang setia) dan "Hao Qi Chang Cun" (semangat luhur yang kekal abadi), kedua sisi belakang balairung adalah tempat ibu Yue menato huruf dan lain-lain lukisan dinding raksasa, memperlihatkan prestasi kepahlawanan Yue Fei melindungi ibu pertiwi. Di atas langit-langit balairung terdapat lukisan ratusan bangau putih, bentuk 373 ekor bangau masing-masing berbeda, lukisan yang tampak hidup, boleh dikatakan melambangkan semangat Yue Fei yang luhur dan karakter yang setia.

Qin Gui selamanya berlutut di hadapan makam Yue Fei
mendapat makian dan hinaan.
Di depan makam di atas sepasang pilar terukir kalimat: "Kebaikan maupun kejahatan sejak dahulu bagaikan es dan arang, fitnahan atau pujian diputuskan kebenaran atau kepalsuannya saat ini." Di kedua sisi belakang pusara terdapat 4 buah cetakan patung manusia dari besi, kedua lengan bersilang di belakang punggung, bertekuk lutut menghadap makam, mereka adalah Qin Gui, Wang Shi, Zhang Zun serta Mo Qi Guo empat orang yang mencelakai Yue Fei, diludahi dan dicaci maki orang, meninggalkan nama busuk sepanjang tahun. Di atas makam belakang patung berlutut itu tertulis kalimat: "Gunung hijau beruntung telah ditanami jenasah yang setia, besi putih yang tak berdosa telah mencetak manusia pengkhianat."

Read More......

Cao Bin: Pria Sejati Bersikap Rendah Hati


Seorang pria sejati, tidak dilihat dari kehebatannya. Ia cukup dengan bersikap rendah hati, pemaaf dan toleran terhadap orang lain. Sifat itulah yang dimiliki Jenderal Besar Cao Bin.

Cao Bin dilahirkan di Kabupaten Linshou yang dikenal sekarang sebagai Provinsi Hebei, Tiongkok. Ia merupakan salah seorang tokoh yang membantu mendirikan Dinasti Song Utara. Walaupun telah meraih banyak keberhasilan dan penghargaan, ia tidak pernah membanggakan prestasinya dan memperoleh rasa hormat yang mendalam dari rakyat.

Tahun ke-5 periode Xiande pada masa akhir Dinasti Zhou, Kaisar Shizong (Chai Rong) meminta Cao Bin untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke kerajaan Wuyue. Wuyue mencoba memberinya banyak hadiah pada berbagai kesempatan, tetapi Cao Bin selalu menolak. Saat perjalanan pulang, setelah naik ke kapal, Wuyue tanpa sepengetahuan Cao Bin meninggalkan sejumlah besar emas, perak dan berbagai permata di atas kapal sebagai hadiah untuknya.

Setelah kembali ke istana, Cao Bin menyerahkan seluruh harta tersebut kepada istana. Kaisar sangat tersentuh dengan sikapnya tersebut dan mengembalikan seluruh hadiah kepadanya. Cao Bin tidak ada pilihan kecuali menerima penghargaan kaisar. Setelah menerima hadiah dari kaisar, ia membagikan seluruhnya kepada kerabat dan kawan-kawannya.

Pada saat itu, Zhao Kuangyin (yang belakangan mendirikan Dinasti Song dan menjadi Kaisar Taizong) adalah seorang jenderal penting yang memimpin pasukan kerajaan. Banyak perwira mencoba mendekatinya, hanya Cao Bin yang tidak melakukan itu. Selain dalam tugas resmi, ia tidak pernah mengunjungi Zhao di rumahnya. Setelah Zhao Kuangyin menjadi kaisar, ia pernah sekali bertanya kepada Cao, “pada masa lalu, saya selalu ingin mengenal Anda lebih dekat. Mengapa Anda selalu dengan sengaja menjaga jarak dan menghindar dari saya?” Cao Bin menjawab, “saya cukup dekat dengan mantan Kaisar Zhou dan juga seorang pejabat di istananya. Saya memusatkan perhatian untuk memenuhi kewajiban dan tidak ingin membuat kesalahan. Bagaimana saya berani berteman dengan Yang Mulia?” Karena jawabannya yang jujur kaisar menjadi lebih memandangnya.

Tahun kedua periode Jianlong, Cao Bin mengabdi sebagai kanselir Liu Guangyi, ketika Liu memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan di Shu (Provinsi Sichuan sekarang). Setelah pemberontakan dipadamkan, semua perwira tinggi dari tentara Song pulang ke rumah dengan perempuan cantik, giok, sutra dan berbagai barang berharga lainnya. Cao Bin hanya membawa pulang pakaian dan buku-bukunya. Kaisar Taizong menyadari jasanya yang besar dalam memadamkan pemberontakan tersebut, dan mengangkatnya menjadi gubernur Yicheng. Cao Bin mencoba menolak promosi tersebut beberapa kali. Kaisar akhirnya berkata, “Anda telah berjasa besar dan juga tidak pernah mencoba memamerkan diri. Adalah wajar bagi sebuah negara untuk memberikan penghargaan kepada yang baik dan menghukum yang buruk. Anda jangan menolaknya lagi.”

Setelah Dinasti Song didirikan, penguasa terakhir dari Dinasti Tang yang sebelumnya melarikan diri ke Jilin (Kota Nanjing sekarang) dan membangun Dinasti Tang Selatan. Cao Bin diminta oleh Kaisar Taizong dari Dinasti Song untuk menaklukkan Dinasti Tang Selatan. Ketika tentara Song mempersiapkan pengepungan dan penyerangan ke Kota Jilin, Cao Bin khawatir tentaranya akan melukai warga tidak berdosa yang tinggal di kota tersebut. Sehingga ia berpura-pura sakit dan meminta tentaranya untuk membakarkan dupa berdoa demi kesembuhannya dan membuat janji untuk tidak melukai satu orang pun yang tidak berdosa ketika melakukan pengepungan. Setelah tentara Song berhasil melakukan pengepungan, mereka memperlakukan warga biasa di Jilin dengan baik dan disambut hangat oleh rakyat di sana. Setelah penguasa Dinasti Tang Selatan dipaksa menyerah, Cao Bin menghibur pejabat-pejabat dan penguasa ini dengan kata-kata ramah dan memperlakukan mereka sebagai tamu terhormat.

Setelah Cao Bin dengan sukses menyelesaikan misi dan kembali ke Istana Song, dalam laporannya kepada kaisar, ia sekali lagi tidak mencoba untuk membanggakan diri sama sekali. Ia hanya menulis, “saya telah menyelesaikan tugas yang kaisar titahkan kepada saya di selatan.”

Sebelum Cao Bin memimpin tentara ke selatan, kaisar pernah berkata, bahwa beliau akan mengangkatnya menjadi perdana menteri bila Cao berhasil menaklukkan Dinasti Tang Selatan. Karena itu setelah wakilnya, Pan Renmei segera memberi selamat kepada Cao karena akan menjadi perdana menteri yang akan datang. Cao Bin tertawa lembut dan berkata, “bukanlah demikian. Saya hanyalah memenuhi kewajiban. Kita dapat meraih kemenangan hanya karena karunia langit dan strategi militer yang istana telah kembangkan sebelumnya. Jasa apa yang telah saya buat? Saya bahkan tidak pantas memperoleh jabatan itu.”

Walaupun Cao Bin memegang jabatan tinggi, ia sama sekali tidaklah kaya. Ia memberikan sisa gajinya kepada saudara-saudaranya. Buku Rekor Dinasti Song menggambarkannya sebagai berikut, “setelah memadamkan pemberontakan dua negeri (Shu dan Tang Selatan), ia tidak mengambil satu sen pun. Ia seorang jenderal dan perdana menteri, tetapi tidak pernah berpikir ia seorang yang istimewa karena jabatannya”. Ketika mengabdi pada istana kerajaan, ia tidak pernah melawan kehendak kaisar, juga tidak pernah membahas kekurangan orang lain. Ketika di perjalanan, ia selalu memerintahkan juru mudinya untuk menjalankan keretanya di tepi jalan dan membiarkan kereta perwira lainnya berlalu lebih dahulu, bahkan bila pejabat tersebut berpangkat jauh lebih rendah darinya. Ia tidak pernah memanggil bawahannya langsung dengan nama untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada mereka. Bila bawahannya menghadap untuk melapor, ia selalu mengenakan pakaian dan topinya dengan cermat sebelum menemui mereka.


Ia memperlakukan bawahannya dengan toleransi yang besar, pertama-tama selalu memposisikan dirinya dalam situasi mereka. Ketika ia menjadi pejabat di Xuzhou, satu dari bawahannya membuat kesalahan dan hukuman cambuk beberapa kali dijatuhkan kepadanya. Tetapi Cao memerintahkan untuk menunda hukuman selama setahun. Rakyat tidak mengerti, mengapa ia lakukan hal itu. Cao menjelaskan, “saya mendengar pejabat ini baru menikah. Bila saya langsung menghukumnya, orang tuanya akan berpikir, bahwa istri barunya membawa sial kepadanya dan karenanya akan mencaci dan memukulinya setiap siang dan malam, membuatnya sulit bertahan hidup. Pejabat masih akan dihukum untuk kesalahannya. Tetapi penundaan tidaklah bertentangan dengan hukum.”

Dalam Buku Sikap (Li Ji) dikatakan, “seorang pria sejati tidak membesar-besarkan maupun membanggakan prestasinya. Ia hanya menceritakan fakta-fakta apa adanya”. Dikatakan lagi, “seseorang seharusnya memuji perbuatan baik dan prestasi orang lain, menghargai dan memperlakukan mereka dengan hormat”. Juga dikatakan, “karenanya, walaupun seorang pria sejati bersikap rendah hati, orang-orang dengan sendirinya akan menghormatinya”.

Ada sebuah pepatah Tionghoa, “langit di atas tidak berkata ia tinggi, namun ia memang tinggi. Tanah di bawah tidak berkata ia menjurus ke dalam, namun ia memang menjurus ke dalam”. Banyak orang sangat congkak. Mereka suka membanggakan diri dan selalu khawatir orang lain tidak mengetahui betapa cakapnya mereka. Sesungguhnya mereka sama sekali tidak cakap. Orang yang sungguh berpengetahuan dan bersikap tidak pernah mencoba menunjukkan dirinya. Bila seseorang sungguh cakap, orang lain akan mengenali dengan sendirinya tanpa orang tersebut berkata sesuatu. Orang Tionghoa berkata, “Bunga Plum selalu berdiam diri. Namun orang-orang terpesona dengan keindahannya. Begitu banyak orang membelokkan langkah kaki, mendekat untuk memandangnya”.

Cao Bin bukan saja berbakat, tetapi juga memiliki banyak budi jasa. Ia seorang pria sejati yang bersikap rendah hati, pemaaf dan toleran terhadap orang lain. Pada saat ia wafat, Kaisar Zhenzong dari Dinasti Song sangatlah sedih dan menangis. Setiap kali beliau bicara tentang Cao dengan para pejabatnya, kaisar menjadi terisak-isak. Setelah kematiannya, kaisar memberikan Cao gelar bangsawan Adipati Jiyang. Ia dan Perdana Menteri Zhao Pu keduanya memperoleh tempat terhormat di Kuil Kaisar Taizong. Ia secara luas juga dianggap sebagai seorang jenderal besar.

Read More......

Putri Kwan Yin


Pada suatu ketika di China hiduplah seorang raja dengan 3 orang putri. Yang paling cantik dan baik hati adalah Kwan Yin adalah juga yang termuda. Raja yang sudah tua tersebut sangat bangga pada putri bungsu ini.

Tanpa ragu raja memutuskan bahwa Kwan Yinlah pewaris tahta kerajaan dan suaminya menjadi raja. Anehnya Kwan Yin tidak bergembira atas keberuntungan ini. Dia tidak begitu tertarik dengan kemewahan dan keindahan kehidupan istana. Dia meramalkan dirinya tidak menemui kebahagiaan saat jadi ratu, juga cemas bahwa untuk posisi yang demikian tinggi dia bukan orang yang tepat dan tidak sanggup menjabat.

Tiap hari Kwan Yin pergi ke kamar untuk belajar dan membaca. Kebiasaannya ini membuat dirinya menonjol jauh dalam pengetahuan bila dibandingkan dengan 2 saudara perempuan lainnya. Dalam lingkungan istana dia dikenal sebagai Kwan Yin Putri Bijaksana. Disamping suka membaca, dia sangat toleransi dengan teman-temannya. Dia sangat menjaga perilakunya baik di dalam istana maupun di tempat umum. Hatinya yang lembut selalu terharu melihat mereka yang menderita. Dia sangat baik hati terhadap para miskin dan orang-orang yang menderita. Dia telah memikat hati bagi kalangan bawah. Bagi mereka Kwan Yin adalah dewi penolong yang muncul saat mereka lapar. Beberapa orang bahkan percaya dia adalah peri yang datang ke bumi dari rumahnya yang berada di surga barat, sementara yang lainnya mengatakan bahwa pernah suatu kali jauh sebelumnya Kwan Yin telah tinggal di bumi sebagai pangeran, bukan putri. Apapun yang dikatakan orang, bagaimanapun Kwan Yin digambarkan, satu hal yang pasti adalah bahwa dia murni dan baik hati, patut mendapatkan pujian yang membanjiri dirinya.

Suatu hari raja memanggil putri kesayangannya ini ke kamar tidurnya, karena merasa detik-detik kematiannya semakin mendekat. Kwan Yin bersujud dihadapan ayahnya, berlutut dengan dahi menyentuh lantai, tanda hormat yang sangat. Raja kemudian meminta Kwan Yin berdiri dan mendekat kepadanya. Sambil memegang tangan putrinya dengan lembut, dia berkata, ‘Putriku, kamu tahu betapa ayah menyayangimu. Kerendahan hatimu dan kebajikanmu; bakat dan kegemaranmu pada pengetahuan telah membuatmu menjadi putri kesayanganku. Seperti kamu tahu ayah memilihmu sebagai pewaris tahta kerajaan telah lama dipertimbangkan. Ayah berjanji suamimu akan menjadi raja menggantikan ayah. Hampir tiba waktunya ayah untuk naik naga dan menjadi tamu di langit. Kamu harus segera menikah’.

‘Namun, ayah nan agung’, kata Kwan Yin bimbang, ‘Saya belum siap menikah’.

‘Anak kecil, belum siap! Mengapa, kamu belum 18 tahun? Bukankah semua gadis di kerajaan kita seringkali dinikahkan jauh sebelum usia 18? Disebabkan kegemaranmu belajar, ayah telah menunda kamu untuk dinikahkan, tapi sekarang kita tidak dapat menunggu lebih lama lagi!

‘Raja yang mulia, dengarkanlah suara anakmu dan jangan memaksa dia meninggalkan kegemaran yang amat disukainya. Biarkan dia pergi ke biara yang sunyi dimana dia menempuh jalan hidupnya!.

Raja menarik nafas panjang saat mendengar kata-kata tersebut. Dia mencintai putrinya ini dan tidak ingin melukai hatinya. ‘Kwan Yin’, raja melanjutkan, ‘Kamu ingin melewati masa mudamu ini dengan meninggalkan istana? Kamu ingin memasuki pintu biara dimana para wanita mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan duniawi? Tidak! Ayahmu tidak akan mengijinkan. Adalah hal yang menyedihkan ayah, dengan amat berat hati bulan depan kamu harus menikah. Ayah telah memilihkan pria bangsawan yang berbudi luhur. Kamu telah mengenal namanya, namun belum pernah bertemu muka. Ingatlah akan peraturan seratus sifat baik dari seorang wanita, itu yang terpenting, oleh sebab itu kamu harus berterima kasih kepada ayah, bukan kepada siapapun yang lainnya yang ada di muka bumi ini.

Muka Kwan Yin pucat. Badannya bergetar. Hampir saja dia terjatuh ke lantai, namun ibu dan saudara perempuannya segera menopangnya, kemudian dengan penuh kasih sayang merawatnya agar sadar kembali.

Tiap hari dalam satu bulan berikutnya sanak famili Kwan Yin memohon agar dia menyerah saja dengan apa yang mereka sebut ide bodoh, Kwan Yin yang telah lama meninggalkan harapan menjadi ratu. Mereka terheran-heran dengan kebodohannya. Mereka berpikiran bahwa bila ada orang memilih biara daripada singgasana kerajaan, bagi mereka orang tersebut menunjukkan tanda tidak waras. Berulang kali mereka menanyakan alasan mengapa dia mengambil pilihan yang aneh tersebut .Tiap kali ditanya, Kwan Yin menggelengkan kepala dan berkata, ‘Suara dari surga yang menyuruh demikian dan saya harus mematuhinya’.

Malam menjelang hari pernikahan Kwan Yin menyelinap keluar dari istana. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, tibalah dia di sebuah biara yang bernama ‘Biara Burung Gereja Putih’. Saat lari dari istana, dia mengenakan pakaian dengan penampilan wanita miskin. Dia mengatakan ingin menjadi biarawati. Kepala biara, karena tidak mengetahui siapa wanita miskin ini sebenarnya lalu tidak menerima Kwan Yin dengan ramah, sebaliknya menolak Kwan Yin bergabung kedalam biara dengan alasan karena bangunan telah penuh. Akhirnya setelah Kwan Yin menangis tersedu-sedu barulah kepala biara mengijinkan Kwan Yin masuk, namun hanya sebagai semacam pelayan yang mengerjakan pekerjaan ringan.

Kini Kwan Yin merasakan kehidupan yang telah lama diimpikan. Dia mencoba untuk meyakinkan dirinya, namun para biarawati nampaknya ingin agar dia menderita. Seringkali mereka memberi pekerjaan yang berat sehingga dia tidak punya waktu untuk beristirahat, sibuk sepanjang hari. Menimba air dari sumur yang berada di bawah kaki bukit biara atau mengumpulkan kayu dari hutan di sekitar biara. Malam hari saat punggungnya telah kesakitan seperti mau patah, dia masih diberi pekerjaan ekstra, yang dapat mematahkan semangat dari wanita manapun, namun ini tidak membuat putri raja yang pemberani ini patah semangat. Mencoba melupakan kesedihan dan menyembunyikan penderitaan, kadang membuat dia mengernyitkan dahinya yang putih. Dia mencoba membuat biarawati-biarawati yang keras hati ini menyukainya. Membalas kata-kata kasar dari mereka dia berbicara dengan ramah dan tidak pernah marah pada mereka.

Suatu hari ketika Kwan Yin yang malang sedang memunggut semak di hutan dia mendengar suara seekor singa sedang berjalan dalam semak. Tidak punya senjata untuk mempertahankan diri, dia berdoa mohon pertolongan kepada dewa. Setelah itu menunggu dengan tenang datangnya hewan buas tersebut. Dia kaget, ketika hewan yang haus darah itu muncul, singa itu tidak menerkam dan mencabik-cabik tubuhnya. Hanya mendengus dengan pelan. Singa itu tidak mencoba melukai Kwan Yin, namun sebaliknya malah menggosokkan tubuhnya ke Kwan Yin dengan jinak dan membiarkan Kwan Yin menepuk-nepuk kepalanya.

Hari berikutnya sang putri kembali ke tempat yang sama. Di sana dia melihat tidak kurang dari satu lusin hewan buas sedang bekerja dibawah komando singa yang jinak sedang mengumpulkan kayu untuk dirinya. Dalam waktu singkat telah terkumpul setumpuk semak dan kayu bakar yang cukup untuk digunakan biara selama 6 bulan. Jadi, bahkan hewan liar di hutan lebih mampu menilai kebaikannya dibanding para biarawati.

Pada hari yang lain ketika Kwan Yin sedang mendaki bukit yang ke 20 kalinya sambil memikul 2 ember air, seekor naga besar menghadapnya di tengah jalan. Di China naga adalah hewan suci. Seingat Kwan Yin dia tidak melakukan kesalahan apa-apa, jadi dia tidak takut sedikitpun. Naga itu melihat ke dia sesaat, kemudian memutar badannya dengan kepalanya menghadap ke bukit, lalu menyemburkan api dari hidungnya. Tiba-tiba kemudian, beban di pundak wanita yang menakjubkan ini tidak dirasakan. Dengan penuh kecemasan dia berlari ke atas bukit, ke biara. Saat mendekati halaman dalam, dia kaget melihat sebuah bangunan baru terbuat dari batu di tengah sebuah ruangan terbuka. Bangunan itu muncul secara ajaib saat dia sedang berlari dari kaki bukit. Di atas pintu yang menghadap ke arah barat ada lempeng batu yang berisi tulisan: ‘Menghormati Kwan Yin Putri Yang Beriman. Di dalam bangunan tersebut. ada sebuah sumur dengan air yang sangat jernih. Sementara itu untuk menimba air, ada sebuah mesin aneh, baik Kwan Yin maupun para biarawati tidak pernah melihat sebelumnya.

Para biarawati tahu bahwa sumur ajaib ini adalah monumen untuk mengingatkan kebaikan dari Kwan Yin. Selama beberapa hari para biarawati memperlakukan Kwan Yin lebih baik, ‘Karena dewa menggali sebuah sumur di depan pintu gerbang kita’, kata mereka. ‘Gadis ini tidak perlu lagi memikul air dari kaki bukit. Apakah karena itu maka dewa menulis nama pengemis itu?’.

Kwan Yin mendengar ucapan mereka yang tidak enak itu dalam keheningan. Dia dapat saja menjelaskan makna dari pemberian naga tersebut. tapi dia memilih untuk membiarkan para biarawati menerka dalam ketidaktahuan. Pada akhirnya biarawati-biarawati yang egois mulai sembarangan lagi dan memperlakukan Kwan Yin bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Mereka tidak boleh melihat gadis yang malang itu menikmati waktu luangnya.

‘Di sini harus bekerja!’, para biarawati berkata kepada Kwan Yin, ‘Kami semua bekerja keras untuk berhasil dalam lingkungan ini. Kamu harus melakukan hal yang sama. Jadi mereka merampas kesempatan waktu Kwan Yin untuk belajar dan berdoa dan tidak mempercayakan sumur ajaib itu kepadanya.

Suatu malam para biarawati dibangunkan oleh suara-suara asing, lalu mereka mendengar bunyi terompet. Ayah Kwan Yin telah mengirim sepasukan besar tentara menyerang biara. Nampaknya mata-mata kerajaaan telah berhasil melacak pelarian putri di tempat pengasingan suci ini.

‘Oh, siapa yang telah membawa kesengsaraan ini ke kita?’ teriak semua wanita, saling memandang satu sama lain dengan penuh ketakutan. 'Siapa yang telah melakukan kejahatan besar? Salah satu diantara kita telah berdosa besar dan sekarang dewa akan menghancurkan kita'. Mereka saling memandang, namun tidak seorangpun mencurigai Kwan Yin, karena mereka berpikir bahwa dia bukanlah orang penting yang dapat membuat langit marah, walaupun pada nyatanya Kwan Yin telah menyebabkan sesuatu yang mengejutkan mereka saat ini. Juga bagi mereka Kwan Yin itu rendahan dan begitu penurut, sehingga mereka tidak menuduh dia macam-macam.

Suara ancaman dari luar terdengar makin keras. Pada saat bersamaan tangisan penuh ketakutan tiba-tiba meledak diantara para biarawati. 'Mereka akan membakar sumur ajaib kita'. Asap telah membumbung di belakang pagar dimana tentara kerajaan membakar kayu, apinya akan segera membesar dan menghanguskan dinding biara menjadi abu.

Tiba-tiba sebuah suara terdengar didalam kegaduhan dan tangisan para biarawati. 'Oh, sayalah penyebab dari semua masalah ini'.

Para biarawati menoleh dengan kaget, melihat wanita yang berbicara tadi adalah Kwan Yin. 'Kamu?' mereka berteriak terkejut.

'Ya, saya. Saya memang putri seorang raja. Ayah saya tidak mengijinkan saya mematuhi perintah suci dari langit. Saya melarikan diri dari istana. Dia telah mengirim tentaranya untuk membakar biara ini dan membawa saya kembali.

'Lihat apa yang telah kamu lakukan terhadap kami, gadis yang menyedihkan', teriak kepala biara. 'Lihat bagaimana kamu membalas kebaikan kami! Biara kami akan dibakar di depan mata kita! Betapa kamu telah membuat kami menjadi malang! Semoga langit mengutukmu!'.

'Tidak, tidak!, teriak Kwan Yin, berbicara dan mencoba mencegah kepala biara mengucapkan kata-kata buruk. 'Kamu tidak berhak mengutuk saya, karena saya tidak bersalah, namun tunggu! Kamu akan segera tahu doa siapa yang akan didengar dewa, doamu atau doaku!. Setelah berkata demikian dia lalu membungkuk dan menempelkan dahinya ke lantai, berdoa agar biara dan biarawati selamat.

Di luar biara suara lidah api sudah mulai kedengaran. Si raja api akan segera menghancurkan setiap bangunan yang ada di atas bukit. Dalam kepanikan para biarawati bersiap-siap meninggalkan biara dan meninggalkan barang mereka kepada si raja api yang kejam dan banyak tentara yang lalim. Hanya Kwan Yin yang masih bertahan sendirian di dalam kamar, berdoa dengan sungguh-sungguh memohon pertolongan.

Tiba-tiba angin sepoi-sepoi bertiup dari hutan sekitar biara. Awan hitam berkumpul di atas langit dan meskinpun saat itu adalah musim kemarau, hujan turun membasahi api. Dalam 5 menit api telah padam dan biara selamat dari api. Baru saja biarawati yang gemetaran berterima kasih kepada Kwan Yin karena telah menghadirkan pertolongan dewa kepada meraka, 2 orang tentara yang mendaki tembok luar kompleks bangunan biara datang dan dengan kasar menanyakan sang putri.

Kwan Yin yang gemetaran tahu bahwa tentara ini hanya menjalankan perintah ayahnya, lalu berdoa kepada dewa dan kemudian menyebutkan dirinya. Kedua tentara itu kemudian menarik Kwan Yin dari hadapan biarawati yang mulai menyukainya. Setelah dipermalukan dihadapan tentara ayahnya Kwan Yin dibawa kembali ke ibukota kerajaan.

Keesokan harinya dia berada di depan ayahnya. Ayahnya menatap dengan sedih kepada putrinya. Dengan pandangan tegang gaya seorang hakim dia memberi isyarat kepada para pengawal untuk membawa dia maju menghadap.

Dari ruang sebelah terdengar musik yang merdu. Sebuah pesta telah disiapkan ditengah kemegahan. Suara tawa yang keras dari para tamu mencapai telinga dari gadis muda ini saat dia membungkuk dengan malu di hadapan singgasana ayahnya. Dia tahu bahwa pesta ini telah di siapkan untuk dirinya dan ayahnya ingin memberi dia satu kesempatan lagi.

'Nak', kata ayahnya pada akhirnya bersuara lagi, 'Meninggalkan istana pada malam pernikahanmu bukan saja mempermalukan ayahmu namun juga calon suamimu. Untuk tindakan ini kamu pantas menerima hukuman mati. Bagaimanapun, dikarenakan catatan prestasimu yang luar biasa sebelum kamu melarikan diri, ayah telah memutuskan untuk memberimu satu lagi kesempatan untuk menebus semua kesalahanmu. Bila kamu menolak, maka hukumannya adalah kematian, bila kamu mematuhi semua akan baik.Tahta kerajaan yang telah kamu tolak tetap milikmu. Semua yang saya inginkan adalah kamu menikah dengan orang yang telah saya pilih'.

'Dan kapan raja yang mulia saya harus memutuskan', tanya Kwan Yin dengan serius.

'Hari ini, sekarang, saat ini', ayahnya menjawab. 'Apa kamu ragu antara tahta dan kematian? Bicaralah putriku, katakan bahwa kamu menyayangi ayahmu dan bersedia menerima tawaran ayahmu!.

Ini adalah saat dimana Kwan Yin dapat berbuat agar dirinya agar tidak terus-menerus berlutut di bawah kaki ayahnya dan memenuhi keinginan ayahnya, bukan karena ayahnya menawarkan dia tahta kerajaan, tapi karena dia mencintai ayahnya dan akan dengan senang hati membuat ayahnya bahagia.

Keinginan hatinya yang kuat telah membuat Kwan Yin jauh dari rasa iba. Tidak ada kekuatan di muka bumi ini yang dapat mencegahnya untuk tidak melaksanakan tugas yang telah diberikan kapadanya.

'Ayah yang tercinta', dia menjawab dengan sedih dan suara yang penuh kelembutan, ini bukanlah pertanyaan mengenai kasih sayang anak kepada ayah. Untuk yang satu ini tidak perlu diragukan. Sepanjang hidup saya, telah tercermin dari semua perbuatan saya. Percaya pada saya. Andai saya bebas memenuhi permintaan ayah, dengan senang hati akan saya lakukan agar ayah bahagia, namun dewa telah berkata, telah menitahkan agar saya mempertahankan kesucian, mencurahkan hidup untuk melakukan perbuatan belas kasih. Bila langit telah menitahkan demikian, apalah yang dapat seorang putri lakukan selain mendengarkan kekuatan yang mengatur bumi ini?'.

Sang raja yang tua sangat tidak puas dengan jawaban Kwan Yin. Dia menjadi marah. Keriput tipis di mukanya berubah jadi berwarna ungu saat darah mendidih naik hingga ke ubun-ubunnya. 'Kalau begitu kamu menolak memenuhi perintah ayah! 'Bawa dia pergi!'' Hukum mati dia karena berhianat kepada raja!'. Ketika Kwan Yin dibawa pergi dari hadapannya, raja yang telah beruban ini jatuh dari kursinya, pingsan.

Malam itu ketika eksekusi mati Kwan Yin dilaksanakan, dia memasuki alam rendah penderitaan. Tak lama kemudian dia telah menginjakkan kakinya di negeri hitam kematian. Kemudian di tempat dimana penderitaan yang tiada akhir itu, tiba-tiba mekar seperti taman surga. Bunga teratai putih-murni muncul di setiap sudut. Aroma harum semerbak dari jutaan bunga memenuhi segenap ruangan dan koridor. Raja Yama, sang penguasa datang tergesa-gesa untuk mengetahui perubahan yang indah ini. Tak lama kemudian matanya terhenti pada wajah muda yang cantik dari Kwan Yin. Lalu dia melihat ada tanda kemurnian dalam dirinya yang memang patut baginya berada di surga.

'Perawan yang suci dan cantik, melakukan banyak perbuatan yang berbelas kasih', setelah berkata demikian dia berkata lagi, 'Saya memohon padamu, atas nama keadilan agar meninggalkan kerajaan yang berlumuran darah ini. Tidaklah pada tempatnya bunga yang tercantik dari surga menebarkan keharumannya di ruangan ini. Yang bersalah harus menderita dan yang berdosa akan mendapat ganjaran. Berangkatlah engkau dari tempatku ini. Kehidupan yang abadi akan dilimpahkan kepadamu dan hanya surga yang akan menjadi tempat tinggalmu'.

Kwan Yin menjadi dewi yang belas kasih. Dia menempati tempat kediamannya yang indah, jauh melebihi raja dan ratu yang ada di bumi. Sejak saat itu, disebabkan oleh kebajikannya, ribuan orang miskin memanjatkan doa kepada dia memohon pertolongan. Tidaklah ada ketakutan dari para miskin ini saat mereka menatap patung Kwan Yin. Mata mereka berlinang air mata kasih.

Read More......

Kubilai Tokoh Menghebohkan Sepanjang Zaman


Kubilai 忽必烈 adalah kaisar pendiri dinasti Yuan 元朝, dengan gelar: Shi Zhu 世祖, ia sangat menjunjung tinggi kebudayaan Han (Suku mayoritas etnik Tionghoa),

kelapangan dada dengan merangkul kebudayaan etnik lain semacam ini, membuat Tiongkok sekali lagi mengalami persatuan besar para etnik/suku. Jengis Khan 成吉思汗 telah mempersatukan padang rumput maha luas di Mongolia, Kubilai mewarisi keperkasaan dan kepiawaian strateginya, selain berhasil menerobos rintang alami sungai Yangtse, juga telah menggilas teritorial Song Selatan 南宋, bukan saja telah mengakhiri suasana negara Tiongkok yang terpecah menjadi 2 bagian utara dan selatan, juga telah mengokohkan peta negara Tiongkok.

Guru Besar Ajaran Khonghucu

Tatkala Kubilai masih muda, menguasai sejarah dan kebudayaan Tiongkok dengan baik, karena ia paling hafal dengan geografi tanah Han, setelah Mongke naik tahta maka urusan wilayah Han (Tiongkok) menjadi tanggung jawabnya. Di dalam deretan para kaisar Tiongkok selama ini, yang paling ia kagumi ialah Tang Taizong 唐太宗 (kaisar dinasti Tang), untuk mendirikan sebuah kejayaan Tang yang lain, ia merombak situasi kalut di Tiongkok dan menempatkan etnik Han dalam jumlah besar sebagai panutan serta mendirikan kantor di Jin Lian Chuan, bertanggung jawab dalam pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kembali negeri Han/Tiongkok. Ia karena "Menggunakan hukum etnik Han" dan menjunjung tinggi ajaran Khonghucu, maka oleh para sesepuh penganut Khonghucu diberi gelar "Guru besar ajaran Khonghucu".

Sesudah ia menaklukkan negeri Da Li 大理 (di sekitar propinsi Yun Nan sekarang), berlawanan dengan kebiasaan orang Mongol setelah berhasil menyerbu suatu kota yang selalu melakukan pembantaian, ia melarang serdadunya untuk tidak sembarangan membantai, tindakan ini selain menimbulkan ketidak-puasan penguasa Mongol waktu itu, juga sempat dicurigai oleh Mongke, namun semenjak saat itu ia telah menegakkan sendiri popularitasnya.

Pendirian Dinasti Yuan

Berdasarkan pengalaman Kubilai dalam memerintah daerah etnik Han, ia berkesimpulan: Hanya melalui peleburan kebudayaan dengan peradaban etnik Han, imperium Mongolia baru dapat bertahan lama di dunia. Akan tetapi kebanyakan orang Mongol tidak menyetujui usulan peleburan dengan etnik Han, maka itu ia merasa dirinya harus menjadi Khan Agung baru dapat mewujudkan cita-citanya. Itulah mengapa, setelah kematian Mongke, ia mengangkat dirinya sebagai Khan Agung di tanah Tiongkok.

Oleh karena ia mengangkat dirinya sendiri sebagai Khan dan menyelenggarakan hukum Han, dengan gamblang telah mengkhianati tradisi Mongol, hal ini menimbulkan ketidakpuasan klan bangsawan A Li Bu Ge 阿里不哥 dll. yang serta merta melancarkan perang saudara yang berlangsung 4 tahun lamanya, akhirnya A Li Bu Ge berhasil dikalahkan. Meski Kubilai memperoleh kemenangan, tetapi usulan "Penyelenggaraan hukum Han" masih ditolak oleh banyak orang Mongol untuk bergabung, sehigga 4 negara Khan satu persatu terlepas, akhirnya pemerintahannya hanya sebatas Tiongkok dan tanah leluhur Mongolia.

Sesudah Kubilai naik tahta kekaisaran, ia menamakan negaranya dengan mengutip kata Da Yuan大元 dari kalimat di dalam kitab Yi Jing 易經 yakni: Da Zai Qian Yuan大哉乾元, dan mendirikan tiga propinsi enam pembagian beserta biro pertanian dll serangkaian badan spesialisasi, juga telah menggunakan sejumlah besar pejabat/birokrat beraliran Khonghucu dalam menjalankan roda pemerintahan. Di dalam bidang ekonomi, ia memperluas persawahan, mendirikan dan merenovasi pengairan untuk menambah produksi pertanian; di dalam bidang politik, ia dengan luas menyelenggarakan hukum Han, memutuskan garis besar haluan negara dan system manajemen kepegawaian dan tata hukum dll; dalam pemilihan pejabat, menempatkan orang yang tepat sesuai posisinya, memberantas korupsi; di dalam kebudayaan, mendirikan sekolah, memperhatikan pendidikan, memberi penghargaan kepada cendekiawan, memberlakukan tulisan baru Pagba - Mongol; di dalam lalu lintas, demi mendorong pertukaran ekonomi dan kebudayaan dengan luar negeri, mendirikan di seluruh pelosok negeri halte penggantian kuda tunggangan, sehingga lalu lintas lebih lancar menyeluruh.

Selain itu ia juga mendirikan pengregistrasian ajaran Khonghucu, untuk memperlakukan istimewa para intelektual, kemudian ia juga memulihkan system ujian seleksi negara, dan ajaran Neo-Confucianism dari ajaran Khonghucu ditetapkan sebagai pemikiran pihak pejabat pemerintah.Serangkaian kebijaksanaan tersebut telah memulihkan dan mengembangkan dengan pesat, ekonomi dan kebudayaan yang telah hancur oleh perang, ia telah menciptakan suasana kejayaan dinasti Yuan.
Pengangkatan Guo Shoujing untuk Pembenahan Sistem Irigasi dan Kalender

Sesudah Kubilai naik tahta, ia banyak memanfaatkan tenaga ahli dari etnik Han untuk memerintah negara, salah satunya ialah ilmuwan tersohor Guo Shoujing 郭守敬. Ketika Kubilai menerima kedatangan Guo, ia sangat terkesan dengan ilmu sejati yang dikuasainya dan menarik nafas panjang sembari berkata: "Menggunakan orang seperti ini untuk menyelesaikan urusan, baru benar-benar bukan makan gaji buta!"

Guo Shoujing pergi ke sekitar Xi Xia (Propinsi Ningxia sekarang, terletak di barat laut Tiongkok) untuk membenahi irigasinya, dimana melalui kekacauan perang bertahun-tahun, sungai dan saluran buntu, lahan pertanian terlantar serta produksi mengalami kerusakan berat. Guo Shoujing melalui survey yang matang telah menggerakkan para tukang dan buruh membenahi sejumlah saluran dam existing serta menggali sejumlah kali dan saluran baru. Tidak sampai satu tahun, 9 juta Mu (1 Mu = 1/15 hektar) pengairan persawahan menjadi lancar, sehingga panen terjamin dan kehidupan rakyat juga memperoleh perubahan.

Demi memperlancar lalu lintas transportasi dari ibu kota ke wilayah selatan, Kubilai mengutusnya lagi untuk melakukan survey situasi lalu lintas air. Melalui survey dan perencanaan Guo, selain memperbaiki dan menembus Yun He (Terusan) existing, ditambah lagi dengan membuka sebuah sungai baru Tong Hui yang menghubungkan ibu kota ke kota Tong Zhou, semenjak saat itu lalin air dari selatan ke ibu kota menjadi lancar tanpa hambatan lagi.

Sesudah Kubilai memusnahkan dinasti Song Selatan, ia sangat mementingkan pemulihan produksi pertanian yang harus menggunakan penghitungan kalender. Orang Mongol senantiasa menggunakan kalender masa dinasti Jin, namun kalender tersebut deviasinya cukup besar, perhitungan musimpun tak bisa persis. Sesudah dinasti Yuan menguasai wilayah selatan sungai Yangtse, kalender dari selatanpun berbeda, utara dan selatan tidak standard, nampak sangat kacau.

Itulah mengapa Kubilai memutuskan menstandardkan penghitungan kalender, ia memerintah pembentukan badan yang menetapkan perevisian kalender dan dinamakan biro Tai Shi / sejarah yang dipimpin oleh Wang Xun murid Guo Shoujing. Guo Shoujing menguasai dengan baik ilmu falak dan pengkalenderan, juga dipindahkan dari bagian irigasi ke biro Sejarah dan bersama-sama dengan Wang Xun mengelola pekerjaan pengubahan kalender.

Berdasarkan sejumlah data penunjang, Guo Shoujing membutuhkan waktu 2 tahun menerbitkan sebuah kalender baru yang dinamakan "Shou Shi Li Kalender baru ini, dibandingkan dengan yang lama jauh lebih tepat, satu tahun dihitung sebagai 365, 2425 hari. Kalender ini sama dengan kalender Masehi yang umum beredar, akan tetapi kalender "Shou Shi Li" dari Guo Shoujing ini lebih dini 302 tahun dibandingkan dengan kalender Masehi orang Eropa.

Menggerakkan Perang Penaklukkan

Sesudah Kubilai mengokokohkan situasi politik, maka ia melancarkan aksi militer ke dinasti Song Selatan, ia menggunakan waktu enam tahun baru berhasil merebut Xiang Yang dan dengan demikian mengalahkan pasukan Song, Lu Xiufu sang perdana menteri pantang menyerah dan dalam situasi kepepet menggendong Zhao Bing 趙昺kaisar yang masih berusia 8 tahun bunuh diri dengan melompat ke laut, Song Selatan musnah, dinasti baru yakni Yuan mempersatukan seluruh Tiongkok, mengakhiri negara-negara vassal yang membelot dan memberontak semenjak akhir dinasti Tang, jangka waktu yang hampir 400 tahun lamanya.

Setelah itu imperium Yuan ke arah timur menundukkan Korea, ke selatan menjinakkan negeri Da Li, Tibet dan Vietnam, ke arah barat memasuki Eropa dari Asia Tengah, menggulung Rusia, Polandia, Hongaria, akhirnya menerawang ke seluruh dunia sepertinya hanya tersisa satu pulau kecil Jepang. Kubilai meminta seluruh Jepang datang menghadap untuk mengkomunikasikan perdamaian, kalau tidak dilakukan, ia akan menggunakan pasukan membuat Jepang "Hanya memiliki raja kayalan" . Ketika itu pemerintahan Tenno berunding 5 bulan lamanya, akhirnya membalas dengan kalimat: "nada undangan tidak masuk akal, tak dapat diterima."

Kubilai marah besar dan mengerahkan 900 kapal perang dan 32.000 pasukan menyerbu ke timur. Pada tahap awal perang, pasukan Yuan telah memperoleh banyak kemenangan gemilang. Kemudian sekonyong-konyong muncul angin badai, oleh karena tidak menguasai medan, pasukan armada Yuan yang sedang berlabuh di mulut teluk menjadi kacau balau, kalau tidak saling bertabrakan dan tenggelam tertabrak, ya dihantam karam oleh tsunami. Lewat tengah malam angin badai mulai berhenti, tetapi hujan lebat menerjang, ditambah lagi malam begitu gelap pekat, serdadu yang tercebur di laut tak mampu saling menolong. Pasukan Yuan kawatir pasukan Jepang pada peluang tersebut datang menyerang, maka dikeluarkan perintah mundur dalam hujan untuk kembali ke negara asal. Pemerintah Jepang merasa sangat gembira terhadap angin badai dadakan yang mengusir pasukan Yuan, maka dilangsungkan kegiatan menyembah Dewata dalam skala besar yang disebut "Angin Dewata / kamikaze 神風". Di dalam buku sejarah perang tersebut dinamakan "Perang Wen Shui 文永之役"

Kemudian Kubilai juga menggerakkan perang Jepang jilid dua, di sejarah dinamakan "Perang Hong An弘安之役". Kali ini skalanya lebih besar, atmosfer spirit 100 ribu lebih pasukan begitu besar. Namun dua bulan kemudian, lagi-lagi disatroni oleh sebuah angin badai yang lebih raksasa, kapal-kapal perang pasukan Yuan "masing-masing digandeng jadi satu seperti laiknya sebuah kota", sehingga di bawah serangan angin badai dengan "Ombak setinggi gunung", tergetar berbenturan dan sebagian kapal rusak sementara yang lain tenggelam, serdadu yang minta tolong dan yang tenggelam di laut banyaknya tak terhitung. Di bawah serangan angin badai, pasukan jalur timur Mongolia berkurang 1/3, pasukan etnik Han dari selatan sungai Yangtse hilang separo, pasukan yang dekat dengan pantai dibantai atau ditenggelamkan oleh orang Jepang. Invasi militer ke Jepang oleh orang Mongol untuk kali kedua dan terakhir gagal dengan kekalahan mengenaskan.

Selain itu, ekspedisi militer ke Vietnam yang telah berlangsung selama 34 tahun, pada akhirnya pasukannya mengalami kerugian besar, selain hanya dapat merebut sebuah daerah kecil, boleh dibilang yang berhasil diperoleh sama sekali tidak memadai; terhadap sepetak tanah sudut yang dipertahankan oleh 800 ibu muda, juga tak kunjung berhasil menaklukkannya. Perkembangan kekerasan ke arah luar oleh Kubilai, di bawah situasi tidak didukung dewi fortuna, berangsur berjalan menuju sebuah titik jenuh.

Peleburan dengan budaya Han banyak hambatan, pemerintahan dari kuat menjadi lemah, Kubilai mereformasi system lama Mongolia dan melaksanakan hukum Han, mengangkat orang etnik Han, serta menyerap bagian yang bermanfaat dari kebudayaan etnik Han. Ini yang membuat kebudayaan Tiongkok pada zaman dinasti Yuan dapat dikembangkan terus. Di dalam bentuk kesusasteraan terkenal dengan Yuan Qu (lagu Yuan), yang disejajarkan dengan syair Tang dan Lyrik Song dan bersama-sama digemari oleh generasi penerus; kesenian melukis juga di atas landasan dinasti Song dapat mencapai sebuah masa puncak.

Imperium Yuan pada saat bersamaan adalah sebuah negara terbuka, bersikap ramah terhadap orang asing yang berkunjung ke Tiongkok. Marco Polo datang ke Tiongkok dan disegani oleh Kubilai, berulang kali dijadikan duta keliling ke beberapa daerah. Ia dengan mata kepala sendiri menyaksikan kebesaran dan kejayaan wilayah imperium, dibandingkan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia barat yang pernah ia singgahi, muncul sebuah kesimpulan tentang Kubilai Khan, sang "Penguasa dengan rakyat banyak, teriorial luas dan asset besar yang belum pernah ada di dunia".

Kekaisaran Yuan telah mewujudkan persatuan yang belum ada sebelumnya, ekonomi makmur, masyarakat tentram. Sebetulnya sebagai sebuah kekaisaran kesatuan, imperium Yuan mestinya bisa memiliki usia yang cukup panjang, namun karena hendak mengubah konsep orang Mongol tidak mudah, ditambah kekalahan invasi ke Jepang, maka Kubilai di dalam bidang penerapan hukum Han, suara tentangan dari bangsawan Mongol di sekelilingnya senantiasa lebih besar daripada dukungan, juga membuat cita-cita Kubilai dalam memerintah Tiongkok mengalami hambatan cukup besar. Ditambah lagi Kubilai pada hari tuanya didera dengan penyakit, juga istri tercinta dan sang pangeran meninggal mendahuluinya, membuat penyakitnya bertambah parah. Pada 31 tahun kekuasaannya, Kubilai yang menghebohkan akhirnya mangkat karena sakit pada usia 80 tahun.

Tambahan:
Episode Kubilai Ketika Menyerang Tanah Jawa

Kertanagara, raja Singasari yang terakhir, pada thn.1289 telah menantang wibawa kaisar Mongol Kubilai Khan, yang masa itu berkuasa di Tiongkok. Beliau memulangkan utusan kaisar dengan muka yang dilukai. Kubilai Khan mengirim tentaranya ke Jawa. Tetapi sebelum kedatangan tentara tersebut, Kertanagara pada thn 1292 telah tewas disebabkan pemberontakan Kediri. Singasari jatuh. Ketika tentara Kubilai Khan tiba, Raden Wijaya, kemenakan dan menantunya Kertanagara, menyerahkan diri pada pimpinan tentara Monggol dan menyatakan, bahwa Raja Kediri Jayakatwang telah menggantikan Kertanagara. Raden Wijaya berhasil membujuk tentara Kublai Khan untuk menjatuhkan Daha (Kediri). Setelah tentara Kediri hancur, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Kublai Khan. Beliau minta diberi 200 pengawal Monggol/Tionghoa yang tak bersenjata untuk kepergiannya ke kota Majapahit dimana beliau akan menyerah dengan resmi pada wakil-wakil Kublai Khan. Ditengah perjalanan para pengawal dibantai dan sebagian lain tentara Monggol yang tidak menduganya dapat dikepung. Siasat Raden Wijaya menghasilkan pihak Monggol kehilangan 3000 orang dan terpaksa meninggalkan pulau Jawa tanpa hadiah-hadiah yang dijanjikan. Tahun 1293-94 Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Read More......

Kebajikan yang Luar Biasa

Pada jaman dinasti Tang, Han Yuan menghabiskan sebagian waktunya untuk menjaga Xiangzhou. Sisa waktunya yang lain ia gunakan untuk bersembahyang di kuil Konghucu.


Suatu malam, seorang pencuri menyelinap ke dalam kamar Han Yuan dengan membawa sebilah senjata tajam. Ia berkata kepada Han Yuan, ”Saya tidak mampu untuk mencukupi kehidupan saya sendiri, karena itu saya memohon Anda untuk memberikan sebagian harta Anda.”

Han Yuan menjawab, “Barang yang ada di atas meja itu senilai 1000 Min, engkau dapat mengambil semuanya.” Pencuri itu menjawab,“Saya menginginkan kepala Anda dan saya akan menyerahkannya kepada suku-suku yang ada di daerah barat.” Mendengar hal ini, Han Yuan kemudian menundukkan lehernya seakan membiarkan si pencuri untuk memo-tong kepalanya.

Namun, si pencuri tidak melakukan tindakan apapun, melainkan menurunkan kepalanya dan berkata,” Saya dengar Anda adalah orang yang bijaksana dan saya datang kemari untuk menguji Anda. Saya akan pergi dengan membawa barang yang ada di atas meja tersebut, namun saya harap engkau tidak akan membocorkan kejadian malam ini kepada siapapun.” Han Yuan menjawab,”Saya berjanji padamu. Saya tidak akan bercerita kepada siapapun tentang hal ini.”

Tak lama kemudian, si pencuri tertangkap karena tindak kejahatan lain yang telah banyak ia lakukan. Hal ini membuat ia mendapat hukuman mati. Sebelum dieksekusi, ia menceritakan peristiwa itu kepada orang lain. Ia berkata, “Saya pikir, melihat kepribadian Han Yuan, ia tidak akan membocorkan kisah itu kepada orang lain setelah saya meninggal, karena itu saya ingin bercerita kepada kalian semua tentang kebajikannya.”

Kisah tentang Han Yuan ini mengingatkan saya dengan Uskup Myriel di Les Misarable (novel terkenal karya sastrawan Perancis abad ke 19, Victor Hugo), yang telah menyentuh hati Jean Valjean. Kesamaan dari dua karakter ini adalah keduanya mempunyai rasa belas kasih kepada umat manusia dan rela mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan hidup orang lain. Dengan rasa kemanusiaan yang amat tinggi ini, bagaimana mungkin jiwa seseorang tidak tersentuh? Oleh karena itu, kita dapat melihat kesamaannya dari pengakuan si pencuri sebelum ia meninggal dan kelahiran kembali dari Jean Valjean.

Read More......

Rabu, 06 Mei 2009

Konghucu: Mengenai Berbakti kepada Orang Tua


Dalam karyanya yang berjudul "Peraturan untuk Murid", Konghucu telah menguraikan secara rinci tentang bagaimana berbakti terhadap orang tua, dan ini terhadap kita sebagai orang-orang di zaman sekarang, khususnya anak-anak muda, adalah suatu yang sangat bermanfaat. Seorang yang bajik dan adil serta baik, baik di rumah maupun di dalam masyarakat pasti seorang yang baik, memperlakukan orang dengan baik dan tulus, bakti terhadap orang tua, menyayangi anak-anak, hatinya ataupun pikirannya tiada keegoisan.

Taat adalah dasar kebudayaan Tiongkok, pepatah orang dahulu mengatakan: "Seratus kebaikan, ketaatan yang utama". Seseorang, apabila tidak berbakti dan menghormati orang tuanya, dianggap sebagai "pendurhakaan". Saat ini, sering kali kita mendengar atau melihat, baik sastra dalam film atau dalam kehidupan nyata, acap kali ada pembalasan budi terhadap orang tua: "Mengapa melahirkan aku?" Sebenarnya, seperti yang dikatakan orang-orang "pembalasan berganti dari baik dan jahat", nasib malang manusia, semuanya dikarenakan telah berbuat yang tidak baik tidak bermoral pada kehidupan dahulu, di kehidupan berikutnya ia baru mengalami nasib malang, untuk membayar utang yang ditinggalkan ketika berbuat jahat dahulu. Saling membalas dengan kejahatan, hanya bisa mendatangkan kesengsaraan yang semakin banyak pada diri sendiri. Jika semua orang bisa menjaga moralitas dan tata kerama, baik sebagai orang tua anak-anak, atau sebagai anak-anak dari orang tua, dari yang kecil di dalam sebuah keluarga, hingga yang besar sebuah masyarakat, semuanya akan sangat selaras


Dalam ajaran terhadap murid-muridnya, Konghucu telah menjelaskan tentang bagaimana bersikap santun terhadap orang tua dalam kehidupan sehari-hari, ketika orang tua melakukan kesalahan, bagaimana selayaknya menunjukkan kesalahannya, dan lain sebagainya.


Di rumah, ketika orang tua berteriak memanggil kita, seyogianya segera menyahut, jangan bertele-tele. Segera laksanakan, apabila ada suatu hal yang harus kita kerjakan dari orang tua, jangan sengaja menundanya, atau bermalas-malasan. Saat orang tua menginginkan kita belajar baik dan memberi pengarahan pada kita, harus bersikap hormat dan tidak boleh semena-mena, harus menyimak baik-baik setiap perkataan orang tua. Apabila kita telah berbuat salah, orang tua menyalahkan kita, seyogianya dituruti dan menanggung segala akibat kesalahan itu, tidak boleh durhaka terhadap mereka, membuat mereka sedih. Sebagai anak, pada musim dingin harus memperhatikan apakah pakaian yang dikenakan orang tua cukup hangat, demikian juga dengan tempat tinggal apakah hangat.


Pada musim panas, harus memikirkan apakah orang tua merasa nyaman. Setiap bangun pagi, harus melihat-lihat orang tua, menanyakan apakah sehat-sehat saja; setelah pulang malam, harus memberi salam pada orang tua. Saat keluar, beritahu dulu pada orang tua hendak ke mana, setelah pulang kembali ke rumah, harus menemui orang tua, agar mereka merasa lega. Waktu istirahat dalam kehidupan sehari-hari memiliki prosedur yang pasti, lagi pula terhadap segala hal yang dikerjakan, tidak mengubahnya dengan semena-mena. Masalahnya, meskipun kecil, jangan bertindak atas kemauan sendiri, dan tidak memberitahu pada orang tua, seandainya bertindak sesuka hati, maka akan merugikan kewajiban sebagai anak, meskipun sesuatu yang kecil, jangan menyembunyikannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua, jika diketahui orang tua, perasaan hati orang tua pasti sangat sedih. Sesuatu yang disukai orang tua, sebagai anak seyogianya berusaha memenuhinya, dan sebaliknya sesuatu yang tidak disukai orang tua, seyogianya dikesampingkan. Seandainya tubuh kita mendapat luka, pasti akan menimbulkan kecemasan orang tua, jika kepribadian kita merosot, bisa membuat orang tua merasa malu. Orang tua menyayangi anak-anaknya, dan anak-anak bisa berbakti terhadap orang tua, itu adalah suatu hal yang sangat alami, pembaktian seperti ini apalah sulitnya? Seandainya orang tua benci pada kita, namun masih tetap bisa berbakti dengan sepenuh hati, itu baru patut dipuji.


Pada umumnya, orang selalu beranggapan, bahwa setelah ada pengorbanan orang tua untuk anak-anaknya, anak-anak baru mau melaksanakan kewajibannya untuk berbakti, dan ini, dengan proses tawar-menawar di pasar apakah ada bedanya? Jika orang tua melakukan kesalahan, sebagai anak harus menasihati supaya memperbaikinya dan saat memberi nasihat, jangan sekali-kali bermuka masam atau dengan suara nada yang tajam, ekspresi wajah harus lembut dan ceria, setiap kata harus lembut dan ramah. Seandainya orang tua tidak menerima nasihat dari kita, maka harus menunggu saat orang tua lagi bersuka cita baru dinasihati lagi. Namun, jika orang tua tetap keras kepala tidak mau mendengar nasihat kita, orang yang berbakti tidak tega jika orang tua terperosok ke dalam kesalahan, bahkan dengan tangisan, untuk memohon agar orang tua memperbaiki kesalahannya, meskipun harus mendapat kecaman atau pukulan orang tua juga tidak akan mengeluh sedikit pun.

Read More......

Selasa, 05 Mei 2009

Mati Hidup Adalah Firman

Mati - hidup adalah Firman, kaya – mulia adalah pada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang Junzi selalu bersikap sungguh-sungguh, maka tiada khilaf. Kepada orang lain bersikap hormat dan selalu susila. Lun Yu 5 : 2.

ALKISAH pada zaman dahulu di Tiongkok hidup seorang tua berbudi perkerti luhur. Orang tua ramah itu mempunyai dua kegairahan: memelihara aneka jenis kuda yang langka dan mencintai putra tunggalnya lebih dari apa pun. Istri satu-satunya telah meninggal dunia. Orang tua itu kerap berkuda bersama putranya ke tempat-tempat yang jauh untuk jual-beli kuda, menemui teman-teman baru, dan menikmati keberuntungan yang diperoleh.
Pada suatu pagi, pintu istalnya terlihat terbuka dan salah satu kuda kesayangannya, seekor pejantan, telah melarikan diri. Tatkala para tetangga mendengar kabar hilangnya kuda kesayangannya itu, mereka datang menghiburnya. Mereka merasa sedih orang tua itu tertimpa nasib buruk. Namun di luar dugaan, orang tua itu tidak merasa masygul. Ia menyatakan kehilangan kuda kesayangan itu tidak lantas berarti bernasib buruk. Tak ada cara untuk memperkirakan sebelumnya, hal itu terjadi begitu saja dan tak ada sesuatu yang bisa diperbuatnya. “Nasib buruk atau baik, siapa yang tahu. Tak ada alasan untuk merasa sedih,” ujarnya.
Seminggu kemudian, kuda jantan yang hilang itu kembali lagi. Kali ini, ia bahkan membawa serta seekor kuda betina putih yang langka dan berharga. Tatkala para tetangga mendengar kabar ini, mereka mendatangi lagi dan memberi ucapan selamat atas nasib baiknya. Namun kembali, orang tua itu bersikap tenang dan biasa-biasa saja. Ia mengutarakan, “Nasib baik atau buruk, siapa yang tahu. Kejadian ini tidak serta-merta berarti nasib baik.” Munculnya kuda betina putih itu secara begitu saja tidak membuat ia melonjak kegirangan. Kembali para tetangga menunjukkan keheranan.
Suatu ketika, tatkala putranya sedang menunggang kuda betina itu, kuda tersebut tergelincir dan jatuh. Sang putra ikut jatuh dan patah kakinya. Ia menjadi pincang sewaktu berjalan. Para tetangga datang lagi ke orang tua tersebut untuk menghibur. Bahkan sebagian dari mereka menganjurkan agar kuda betina itu dijual saja atau bahkan dibunuh, sebelum kesialan lebih jauh menimpanya. Namun, orang tua itu menolak dan menyatakan kejadian itu hanya sekedar kecelakaan murni. Para tetangga menganggap orang tua itu sudah tidak waras dan membiarkannya sendirian.
Tak lama kemudian, pecah perang dinegeri tersebut. Sejumlah anak muda dipaksa untuk bergabung dalam dinas ketentaraan, kecuali putra pemilik kuda yang cacat kakinya itu. Banyak anak muda gugur di medan perang yang ganas tersebut. Para tetangga menganggap peruntungan orang tua dan putranya itu bagus. “Mungkin”, sahut orang tua bijak itu secara singkat dengan ekspresi wajah biasa-biasa saja.
Nasib baik atau buruk siapa yang dapat mengetahui sebelumnya? Sering orang menunggu nasib baik baru melakukan sesuatu, baru mau melakukan sesuatu kalau merasa akan mendapatkan sesuatu yang dianggap pasti menguntungkan, atau kalau merasa kesempatannya dianggap sudah matang. Melihat orang yang telah berhasil meraih sesuatu prestasi orang kadang mengatakannya itu adalah keberuntungan atau hoki. Tetapi keberuntungan, rejeki atau hoki itu akan jatuh ke tangan orang yang siap untuk menerimanya. Ini ada benarnya juga, kalau seseorang tiba-tiba mendapat durian runtuh seperti ada kesempatan mengusahakan suatu pekerjaan, akan tetapi orang tersebut tidak siap, tidak menguasai cara-cara untuk melakukannya, atau tidak cukup pengetahuan dan kemampuan untuk mengerjakannya, pasti kesempatan itu akan berlalu begitu saja.
Nabi Khongcu mengajarkan bahwa manusia harus selalu bersungguh-sungguh dan tidak berbuat khilaf, selalu berusaha sekuat tenaga dan pikiran, tentang hasilnya berserah kepada Tuhan.Tatkala Nabi di Negeri Wee, menabuh semacam alat musik yang dibuat dari batu. Ketika itu lewatlah seorang yang mendukung keranjang rumput di muka kediamannya lalu berkata, “Sungguh sepenuh hati memukulnya.” Sebentar kemudian berkata pula, “Sungguh jelas! Lagunya merayu seperti berkata ‘Tiada orang yang mengenal Aku!’ Tetapi kalau tidak ada yang mau mengenalNya, mengapakah tidak dihentikan saja? ‘Menyeberangi sungai, bila airnya dalam, menyeberanglah beserta pakaiannya; bila airnya dangkal, bolehlah menarik pakaian keatas’.” Nabi bersabda, “Sungguh tegas orang ini. Tetapi apakah sukarnya kalau hanya begitu?”
Dialog diatas menunjukkan bahwa dalam berbuat sesuatu harus selalu dengan sungguh-sungguh sekalipun seolah tiada harapan akan hasilnya, karena ketika kesempatan itu tiba berarti telah siap menerimanya dan tidak tersia-siakan. Inilah yang sering tidak diketahui oleh kebanyakan orang.

Oleh : Makin Pak Kik Bio

Read More......

Cing Bing : Budaya Tradisional Hormati Arwah Leluhur


Konon, hari raya Cing Bing atau Qing Ming (清 明節, baca: ching ming = cerah dan cemerlang) pada awalnya adalah ritual “pembersihan makam” oleh para kaisar, raja dan petinggi negara lainnya pada zaman dahulu kala, kemudian ditiru oleh rakyat kebanyakan dengan memberi persembahan kepada leluhur dan membersihkan/merawat makam pada hari yang sama, diteruskan turun temurun sehingga menjadi semacam adat istiadat yang baku bagi suku bangsa Tionghoa.

Menurut hasil survei pada hari Cing Bing yang jatuh pada 5 April setiap tahun, peziarah di Tiongkok kali ini diduga melebihi 120 juta orang.

Bagi orang Tionghoa yang memiliki tradisi setia, berbakti, murah hati dan keakraban, hari raya Cing Bing adalah merawat, membersihkan makam untuk mengenang para leluhur.

Sedangkan bagi etnis Tionghoa yang berada di luar Tiongkok, setiap pada hari tersebut, kerinduan terhadap kampung halaman akan terasa lebih kental, jadilah perayaan Cing Bing sebagai tradisi orang Tionghoa untuk menelusuri dan mengenang suasana “kebudayaan leluhur”, di dalam kehangatan keluarga dan kerabat, menunaikan pengembalian identitas asal dan meneruskan akar nadi.

Dalam masyarakat Tiongkok, diantara perayaan-perayaan tradisional yang ada, hari raya Cing Bing merupakan salah satu dari “8 perayaan” penting (antara lain: Imlek, Pek Cun yang terkenal dengan kue bakcang, Tiongjiu yang terkenal dengan kue Tiong Jiu Pia, dan lain-lain). Pada umumnya ditentukan pada 5 April tahun masehi, tetapi masa perayaannya cukup panjang, terdapat 2 macam ketentuan yakni 10 hari sebelum dan 8 hari sesudah atau 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah, jumlah hari yang hampir 20 hari lamanya tersebut termasuk hari Cing Bing.
Asal mula

Hari Cing Bing bermuasal dari zaman Chun Qiu Zhan Guo (Musim semi-gugur dan negara saling berperang, abad 11–3 SM), adalah salah satu hari perayaan tradisional suku Han (suku mayoritas di Tiongkok), sebagai salah satu dari 24 Jie Qi (sistem kalender Tiongkok), waktunya jatuh antara sebelum dan sesudah 5 April Masehi.

Sesudah hari Cing Bing, di Tiongkok semakin banyak hujan, bumi dipenuhi dengan panorama kecemerlangan musim semi. Pada saat itu semua makhluk hidup “melepaskan yang lama dan memperoleh yang baru”, tak peduli apakah itu tanaman di dalam bumi raya, atau tubuh manusia yang hidup berdampingan secara alamiah, semuanya pada saat itu menukar pencemaran yang diperoleh pada musim dingin/salju untuk menyambut suasana musim semi dan merealisasi perubahan dari Yin (unsur negatif) ke Yang (unsur positif).

Konon, sesudah Yu agung (大禹, raja pada zaman Tiongkok kuno, abad ke-22 SM) menaklukkan sungai, maka orang-orang menggunakan kosa kata Qing Ming (di Indonesia terkenal dengan Cing Bing) untuk merayakan bencana air bah yang telah berhasil dijinakkan dan kondisi negara yang aman tenteram.

Pada saat itu musim semi nan hangat bunga bermekaran, seluruh makhluk hidup bangkit, langit cerah bumi cemerlang, adalah musim yang baik untuk berkelana menginjak rerumputan (Ta Qing). Kebiasaan tersebut telah dimulai sejak dinasti Tang (618-907).

Saat Ta Qing, orang-orang selain dapat menikmati panorama indah musim semi, juga sering dilangsungkan beraneka kegiatan hiburan untuk menambah gairah kehidupan.

Hari raya Cing Bing adalah musim berziarah ke makam, sebetulnya membersihkan makam adalah makna dari hari festival makanan dingin (寒食節) yakni 1 hari sebelum Cing Bing.

Kaisar Tang Xuanzong memerintahkan seluruh negeri agar “berziarah pada hari festival makanan dingin”. Berhubung festival makanan dingin berdempetan dengan Cing Bing maka lambat laun digabung dan terwariskan menjadi pembersihan makam pada Hari Cing Bing saja.

Pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan Qing/Mancu (1616-1911) Cing Bing berziarah ke makam semakin populer. Berziarah ke makam pada zaman dahulu, anak-anak seringkali bermain layang-layang. Ada yang memasangi seruling bambu pada badan layang-layang, yang berbunyi tatkala angin (Feng, 風) berhembus melaluinya, bagaikan bunyi alat musik zaman kuno yang disebut Zheng (箏), konon demikianlah asal usul nama layang-layang, dalam bahasa mandarin ialah: Feng Zheng (風箏, harfiah: Zheng yang dibunyikan oleh angin)
Adat dan istiadat

Adat istiadat hari raya Cing Bing sangat kaya dan menyenangkan, selain menganjurkan pati geni (tidak memasak/ menyalakan api), berziarah, juga ada serangkaian kegiatan seperti berkelana, berayun, sepak bola, menancapkan ranting pohon Willow dan lain-lain.

Konon ini dikarenakan pada hari Cing Bing tidak boleh memasak dan harus mengonsumi makanan dingin, maka untuk mencegah timbulnya dampak pada kesehatan, semua orang mengikuti sejumlah kegiatan di luar ruangan agar tetap fit. Oleh karena itu, di dalam acara tersebut selain bersembahyang di makam baru, dengan suasana haru dan penuh duka, pada kegiatan menginjak rumput/ berkelana juga terdapat suara tertawa riang, ini adalah sebuah acara yang penuh keunikan.

Bermain ayunan Qiu Qian (鞦韆): ini adalah adat kebiasaan hari Cing Bing zaman kuno. Sejarahnya panjang, ayunan pada zaman dulu kebanyakan menggunakan dahan sebagai rangka kemudian ditambatkan selendang atau tali. Akhir-nya berkembang menjadi 2 utas tali ditambah papan kayu sebagai pijakan kaki yang dipasang pada rangka balok kayu yang hingga kini digemari, terutama oleh anak-anak seluruh dunia.

Cu Ju (蹴鞠, sepak bola kuno): Ju adalah semacam bola yang terbuat dari kulit, di dalam bola tersebut diisi bulu hingga padat. Cu Ju menggunakan kaki untuk menyepak bola. Ini adalah semacam permainan yang digemari oleh orang-orang pada saat Cing Bing pada zaman kuno. Konon ditemukan oleh Huang Di (kaisar Kuning), pada awalnya bertujuan untuk melatih kebugaran para serdadu.

Menanam pohon: sebelum dan sesudah Cing Bing, matahari musim semi menyinari, hujan rintik musim semi betebaran, menanam tunas pohon berpeluang hidup tinggi dan dapat tumbuh dengan cepat. Maka, semenjak zaman kuno, di Tiongkok terdapat kebiasaan menanam pohon di kala Cing Bing. Ada orang menyebut hari Cing Bing sebagai “hari raya penanaman pohon”. Kebiasaan ini berlangsung hingga hari ini.

Bermain Layang-layang: juga merupakan kegiatan yang populer di saat musim Cing Bing. Setiap musim Cing Bing, selain pagi hari, orang-orangpun bermain layang pada malam hari. Pada kegelapan malam, di bawah layang-layang atau pada posisi benang-tarik digantungi serentetan lampion kecil, seperti selebritis yang cemerlang, disebut “Lampu dewata”.

Dahulu, ada orang setelah layang-layang berkibar di langit biru, memutus talinya, mengandalkan angin mengantarnya ke tempat nan jauh, konon ini bisa menghapus penyakit dan melenyapkan bencana serta mendatangkan nasib baik bagi diri sendiri.

Merawat atau membersihkan makam: Merawat makam di hari Cing Bing, dikatakan sebagai suatu tindakan untuk menghormat dan mengenang para leluhur. Kebiasaan membersihkan makam sudah ada sebelum dinasti Qin (221-206 SM), tetapi tidak harus dilangsungkan pada hari Cing Bing, berziarah membersihkan makam saat Cing Bing adalah masalah setelah Dinasti Qin. Dan sesampainya Dinasti Tang kebiasaan baru mulai menjadi populer.

Menancapkan pohon Willow: konon, kebiasaan menancapkan dahan willow (pohon Yangliu), juga demi memperingati Shen Nong Shi, yang dianggap sebagai guru leluhur pertanian dan pengobatan. Di sebagian tempat, orang-orang menancapkan dahan willow di bawah teritisan rumah, untuk meramalkan cuaca. Sesuai pameo kuno “Kalau dahan willow hijau, hujan rintik-rintik; kalau dahan willow kering, cuaca cerah”. Willow memiliki daya hidup sangat kuat, dahannya cukup ditancapkan langsung hidup, setiap tahun menancapkan dahan willow, dimana-mana rimbun.
Etnis Tionghoa rayakan Cing Bing

Semakin jauh dari tanah leluhur, perasaan sentimental dan nostalgia sepertinya semakin mendalam saja, di pelosok dunia dimana ditemukan orang etnik Tionghoa, setiap Cing Bing tahunan, pasti mereka mengikuti adat istiadat, menerawang negeri leluhur dari lokasi kejauhan dan mengirimkan kerinduan dari jauh melalui perayaan. Hari Cing Bing menjadi salah satu hari perayaan paling ramai dari tiga hari raya besar (tahun baru imlek, Cing Bing dan hari Tiongjiu) di wilayah pecinan.
Etnis Tionghoa di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan penduduk etnis Tionghoa terbanyak di dunia, terdapat sekitar 15 juta orang yang hidup di sini yang selalu meneruskan adat pembersihan makam dan bersembahyang kepada leluhur pada hari Cing Bing.

Di dalam nilai kehidupan masyarakat Tionghoa, berbakti (Xiao, 孝), ditempatkan pada urutan pertama, sedangkan pembersihan makam dan sembahyang leluhur juga adalah semacam perwujudan jalan Xiao (berbakti kepada orang tua atau leluhur).

Tatkala pada 1999 Indonesia memasuki era reformasi demokrasi, pemerintah telah menghapus larangan yang bersifat diskriminatif dan membatasi etnis Tionghoa merayakan hari kebudayaan tradisional, maka orang Tionghoa di seluruh pelosok menggunakan berbagai cara untuk melewati hari raya Imlek, Yuan Xiao (15 hari sesudah tahun baru Imlek, yang biasanya dimeriahkan dengan hidangan lontong cap go meh) dan Cing Bing, pada generasi yang lebih tua mereka akan lebih mengutamakan Cing Bing.

Sebelumnya, etnis Tionghoa kebanyakan menyembah arwah leluhur di altar rumah, belakangan ini setiap nama marga memiliki kantor perkumpulan sendiri, maka para kerabat setelah berkumpul dan melakukan persembahan kepada leluhur lantas makan siang bersama, untuk mengakrabkan hubungan satu sama lain.

Ada pula yang menggunakan peluang ini untuk memberi bea siswa kepada kerabat muda yang berprestasi bagus, hal ini mewujudkan tradisi prima kaum etnis Tionghoa yang menghargai jasa para leluhur dan mau memberi semangat generasi muda agar giat belajar.

Pada masa Cing Bing, di beberapa tempat diadakan reuni sekolah dan kegiatan lainnya, dengan tujuan untuk memperdalam persahabatan. Lebih banyak lagi etnis Tionghoa yang berziarah secara sekeluarga ke makam leluhur, atau ke kuil menyulut dupa dan memohon rezeki.

Beberapa tahun belakangan ini, dalam situasi orang Tionghoa boleh menikmati dengan bebas perayaan kebudayaan dan “demam belajar bahasa Mandarin”, generasi baru orang Tionghoa di Indonesia mulai menghargai kebudayaan Tionghoa.

Read More......

Ketidaksabaran Terhadap Sedikit Penghinaan Mengakibatkan Rusaknya Suatu Takdir Besar


Ada pepatah Tiongkok kuno yang berbunyi: “Ketidaksabaran terhadap sedikit penghinaan mengakibatkan rusaknya suatu takdir besar.”

Raja Gou Jian (hidup sekitar 496 BC – 465 BC), tidak menyimpan rasa terhina dari suatu kekalahan perang, dan bahkan pada akhirnya memulihkan negara bagian Yue. Selama Dinasti Han (206 BC – 220 AD),Han Xin terhindar dari bahaya hukuman pembunuhan karena ia tidak mengikuti emosinya dan mengalami penghinaan dengan berjalan dibawah selangkangan perampok yang menantangnya untuk membunuh.

Zhang Er dan Chen Yu adalah pejabat tinggi di negara bagian Wei (hidup sekitar 500 BC-221 BC). Zhang dan Chen bertualang dengan cara menyamar dan tiba di kabupaten Chen, dan mereka bekerja menjadi penjaga pintu. Pada suatu hari seorang pejabat rendah marah-marah dan memukul Chen Yu. Chen Yu ingin membalas, namun Zhang Er memperingatkannya. Saat pejabat rendahan itu berlalu, Zhang Er bertanya pada Chen Yu: “Ingat apa yang saya katakan padamu sebelumnya? Pernahkah kamu berpikir akan akibat dari perbuatanmu bila tidak mau melepas emosi dari sedikit penghinaan ini?” Chen Yu malu dan setuju akan perkataan Zhang Er. Tak lama setelah kejadian itu, mereka diangkat oleh raja menjadi menteri. Bila mereka waktu itu bertengkar dengan pejabat rendah dan menjadi tontonan orang-orang, pasti kejadian itu akan sampai di telinga raja, dan mereka batal dipromosikan.

Di Changzhou, ada seorang bapak tua bernama Pak You yang membuka toko gadai pakaian. Pada suatu hari menjelang tahun baru, seorang kakek yang pernah menggadaikan beberapa baju-bajunya dan beberapa barang lain di toko itu kembali ke toko dengan tangan kosong dan meminta bajunya dikembalikan semua. Karyawan toko tidak memenuhi permintaanya karena kakek ini tidak membawa uang untuk menebus semua hutangnya, kemudian kakek ini mulai membuat keributan. Pak You buru-buru menenangkannya dan berkata, “Sebentar lagi kita akan merayakan tahun baru, mengapa harus ribut? Dia lalu memerintahkan karyawannya untuk mengambil semua baju untuk kakek ini. Dia memberikan jaket kakek itu dan berkata, “Ini akan membuatmu merasa hangat. “ Kemudian dia memilih baju si kakek yang terbagus dan berkata, “Ini juga pasti diperlukan saat berkunjung ke rumah sanak saudara di hari tahun baru.” “Yang lain masih belum penting sekali untuk dipakai, biarkan dulu disini ya?” Si Kakek terdiam, kemudian mengambil baju dan jaketnya kemudian berlalu pergi. Malam harinya, terdengar kabar bahwa dia tewas di rumah orang lain. Keluarga si kakek ribut dengan pemilik rumah tempat si kakek tewas, malah menuduh mereka mengincar harta si kakek, karena kasus ini, kedua belah pihak bolak-balik ke pengadilan.

Sebetulnya, si kakek memang adalah orang kaya dengan banyak masalah dalam pikirannya. Pada siang hari itu dia sudah minum racun dan ingin tewas di rumah orang lain agar tidak dianggap bunuh diri, dan saat itu ia teringat baju gadainya dan pergi ke rumah Pak You. Namun kebaikan hati dan kesabaran Pak You membuat si kakek merubah rencananya. Jadi dia pergi ke rumah orang lain dan pada akhirnya membuat masalah bagi orang lain tersebut. Saat kejadian ini menjadi perbincangan di tengah masyarakat, Pak You berkata, “Saat seseorang muncul di pintumu dengan permintaan yang tak masuk akal, dia pasti punya motif tersembunyi. Bila kamu tidak menuruti sedikit permintaannya, malapetaka dapat terjadi.”

Read More......

Kaisar Kang Xi Mengajarkan Anak-anaknya untuk Membaca Buku 120 Kali


Pada periode awal Dinasti Qing, Kaisar Kang Xi mempunyai metode istimewa untuk mengajari keturunannya. Kaisar mempunyai 35 anak laki-laki, 20 anak perempuan, dan 97 cucu.

Dia menggunakan berbagai macam cara untuk mengajarkan anak-anak dan cucu-cucunya. Dia juga memiliki sebuah ruang belajar di Taman Chang Chun. Pada era Kang Xi, ruang belajar itu berlokasi di Wu Yu Zhai (Ruang tanpa kenyamanan). Menempatkan anak di ruang belajar mencegah anak tersebut timbul niat main-main atau bermalas-malasan.

Mari kita ambil contoh satu hari saat kaisar mengajarkan anak-anaknya:

Di suatu pagi, dari jam 3 sampai jam 5 pagi, para pangeran mengulang pelajaran hari sebelumnya sebelum bersokolah. Putera mahkota saat itu berumur 13 tahun, dan dia harus bangun pagi-pagi sekali untuk bersekolah. Dari jam 5 – 7 pagi, para guru datang ke ruang belajar. Guru Manchuria, Da Ha Ta, dan Guru Mandarin, Tang Bin Deng, bersama-sama menilai PR murid-muridnya. Bersamaan itu, para murid menghafal pelajaran, mengulang pelajaran dengan cara membacanya keras-keras, namun berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan. Lalu guru mandarin memberikan satu paragraf lagi bagi para murid untuk dihafalkan.

Dari jam 7 sampai jam 10, Kaisar Kang Xi pergi dari tahtanya menuju ruang belajar. Kang Xi secara acak memilih paragraf didalam buku dan menunjuk salah seorang untuk menjelaskannya luar kepala dengan sempurna, tanpa salah. Kang Xi berkata, “Saat saya muda, saya akan membaca buku dengan suara keras selama 120 kali, dan mengulangnya kembali 120 kali. Itulah mengapa sampai sekarang saya mampu menghafal paragraf demi paragraf.” Seorang anak bertanya, “Bukankah cukup untuk mengulangnya 100 kali?” Kang Xi berkata bahwa harus sampai 120 kali. Lalu dia bertanya pada guru, bagaimana nilai anak-anaknya. Beberapa guru memuji-muji putera mahkota yang sangat pandai dan mampu mengulang pelajaran dengan baik. Kang Xi berkata: “Kamu jangan hanya memuji dia, seharusnya lebih banyak mengkritik dia. Ini untuk mencegah dia menjadi arogan.” Lalu ia pergi untuk kembali mengurus urusan negara.

Karena hari itu musim panas, cuaca sangat panas. Tetapi anak-anak tidak diperbolehkan mempunyai satu kipas untuk dirinya sendiri dan mereka harus tetap duduk lurus. Dari jam 9 sampai jam 11, mereka belajar kaligrafi, harus menulis setiap sebanyak 100 kali. Istirahat makan siang dari jam 11 sampai jam 1. Setelah itu, dari jam 1 siang sampai jam 3, mereka melanjutkan belajar di udara terbuka, yakni belajar menunggang kuda dan memanah.

Dari jam 3 sampai jam 5, Kang Xi kembali lagi ke ruang belajar untuk melihat pekerjaan anak-anaknya. Dia juga mendengarkan mereka mengulang pelajaran mereka. Mereka mengarang puisi dan membacakannya untuk Kaisar. Dari jam 5 sampai jam 7, mereka mempraktekkan kemahiran memanah. Pertama-tama anak-anak dulu memanah, kemudian guru memanah untuk menunjukkan pembetulan, dan terakhir kaisar sendiri juga ikut memanah, dengan cara memberi contoh inilah anak-anak dididik. Menurut kisah sejarah, setiap kali kaisar yang memanah, pasti berhasil mencapai tepat di mata tengah papan sasaran. Beginilah, dari jam 3 sampai jam 7, tanpa istirahat, latihan memanah dilakukan, sepanjang musim panas dan termasuk musim dingin.

Dari kejadian diatas kita dapat melihat bahwa kaisar Kang Xi mendidik anaknya menggunakan disiplin yang ketat. Dari tutornya, anak didik Kang Xi mengembangkan banyak bakat. Bakat pertama adalah politik. Anak lelakinya,Yong Zheng, kemudian menjadi kaisar selanjutnya. Cucunya, Qian Long, menjadi kaisar penerus Yong Zheng. Baik Yong Zheng dan Qian Long adalah kaisar yang luar biasa dalam sejarah China. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran Kang Qi sangat berhasil.

Bakat kedua adalah ilmu pengetahuan. Anak ketiga Kang Xi, Yin Zhi, adalah seorang ilmuwan hebat. Ia juga adalah penulis buku “Kompilasi Zaman Dulu dan Masa Kini”, yang mempunyai 10.000 seri.

Bakat ketiga adalah seni. Beberapa pangeran sangat mahir dalam kaligrafi dan melukis. Bakat keempat adalah bakat kehidupan. Banyak dari ibu-ibu pangeran tersebut adalah selir, tidak mempunyai status tinggi dalam istana. Namun para pangeran tersebut tidak bersaing atau berebut posisi kaisar, dan hidup damai satu sama lain, saling mendukung dan sangat produktif.

Karena kesuksesan metode pembelajaran Kang Xi, tidak ada satupun anak didiknya yang menjadi orang berwatak buruk, playboy ataupun melakukan hal jahat/merugikan orang lain.

Read More......