Sabtu, 25 April 2009

ORANG DENGAN OTAK KANAN ATAU OTAK KIRI ?

(1) Satukan dan lipat kedua tangan seperti saat berdoa.
Perhatikan tangan
anda - apa yang terlihat ?

Jika jempol kiri di atas jempol kanan --> otak kiri

Jika jempol kanan di atas jempol kiri --> otak kanan

(2) Sekarang lipat lengan tangan menyilang di depan dada
(seperti saat duduk
di bangku SD).

Tangan kanan di atas tangan kiri --> otak kiri

Tangan kiri di atas tangan kanan --> otak kanan



Dari kedua pengamatan di atas (1+2), di bawah ini adalah
interpretasi dari
kepribadian anda :

KANAN-KIRI

Penuh pertimbangan, tradisional, jenis tidak langsung.

Secara naluri bisa membaca emosi orang lain, dan tanggapannya
secara alamiah
bersahabat.

Walaupun tidak terlalu berinisiatif dalam melangkah maju,
tetapi akan selalu
memberikan dukungan di belakang orang lain.

Memiliki kepribadian yang stabil dan penuh pertimbangan,
sehingga memberikan
perasaan terlindungi bagi orang lain.

Tetapi kelemahannya adalah mereka tidak bisa berkata "tidak";
meskipun
sebetulnya tidak ingin, mereka tetap akan berusaha
menyenangkan orang lain.

KANAN-KANAN

Tipe orang yang menyukai tantangan, berterus terang.

Satu kali mereka memutuskan satu hal, akan segera mengambil
tindakan.

Sangat ingin tahu dan menyukai tantangan. Berani menghadapi
tantangan tanpa
berpikir jauh (kadang kala dengan bodoh).

Kelemahannya adalah mereka tidak mendengarkan orang lain, dan
hanya
menyaring apa yang ingin mereka dengar dalam suatu percakapan,
serta sangat
subyektif.

Bagaimana pun juga, karena sikap terus terangnya, mereka
cenderung dengan
wajar menjadi orang yang populer..

KIRI-KIRI

Berdedikasi, dingin, perfeksionis, sangat logis dalam semua
aspek.

Satu-satunya cara untuk mengalahkan (atau memperngaruhi)
mereka adalah
dengan memberikan alasan-alasan yang tepat.

Mereka punya banyak kebanggaan, dan merasa kuat untuk
melalukan hal-hal yang
benar.

Jika mereka menjadi temanmu, mereka sangat bisa dipercaya.

Akan tetapi jika mereka adalah lawan, maka akan sangat susah
untuk membuat
kesepakatan dengan mereka.

Karena mereka bisa begitu perfeksionis, maka biasanya mereka
meninggalkan
kesan yang buruk karena susah untuk membuat kesepakatan saat
pertama kali
bertemu.

KIRI-KANAN

Suka memperhatikan orang lain, tipe pemimpin.

Punya kemampuan mengamati yang tajam dan dingin dalam
memandang melalui
berbagai situasi, dan bahkan masih bisa menimbang untuk
kebutuhan yang lain.

Karena mereka memiliki pembawaan yang kalem dan dingin, dan
rasa tanggung
jawab yang kuat, mereka bisa menjadi pemimpin dalam kelompok.

Populer diantara orang lain. Bagaimana pun, mereka mungkin
tidak bisa
menahan dirinya untuk mencampuri urusan orang lain karena
mereka selalu
punya keinginan yang kuat untuk memperhatikan orang lain.
Selalu peduli
dengan pandangan orang lain tentang dirinya, dan selalu
waspada.

Read More......

Jumat, 24 April 2009

EMPATI

Suatu malam, sepulang kerja, saya mampir di sebuah restoran cepat saji di
kawasan Bintaro. Suasana sepi. Di luar hujan. Semua pelayan sudah
berkemas. Restoran hendak tutup. Tetapi mungkin melihat wajah saya yang
memelas karena lapar, salah seorang dari mereka memberi aba-aba untuk
tetap melayani. Padahal, jika mau, bisa saja mereka menolak.

Sembari makan saya mulai mengamati kegiatan para pelayan restoran. Ada
yang menghitung uang, mengemas peralatan masak, mengepel lantai dan ada
pula yang membersihkan dan merapikan meja-meja yang berantakan.

Saya membayangkan rutinitas kehidupan mereka seperti itu dari hari ke
hari. Selama ini hal tersebut luput dari perhatian saya. Jujur saja, jika
menemani anak-anak makan di restoran cepat saji seperti ini, saya tidak
terlalu hirau akan keberadaan mereka. Seakan mereka antara ada dan tiada.
Mereka ada jika saya membutuhkan bantuan dan mereka serasa tiada jika saya
terlalu asyik menyantap makanan.

Namun malam itu saya bisa melihat sesuatu yang selama ini seakan tak
terlihat. Saya melihat bagaimana pelayan restoran itu membersihkan
sisa-sisa makanan di atas meja. Pemandangan yang sebenarnya biasa-biasa
saja. Tetapi, mungkin karena malam itu mata hati saya yang melihat,
pemandangan tersebut menjadi istimewa.

Melihat tumpukan sisa makan di atas salah satu meja yang sedang
dibersihkan, saya bertanya-tanya dalam hati: siapa sebenarnya yang baru
saja bersantap di meja itu? Kalau dilihat dari sisa-sisa makanan yang
berserakan, tampaknya rombongan yang cukup besar. Tetapi yang menarik
perhatian saya adalah bagaimana rombongan itu meninggalkan sampah bekas
makanan.

Sungguh pemandangan yang menjijikan. Tulang-tulang ayam berserakan di atas
meja. Padahal ada kotak-kotak karton yang bisa dijadikan tempat sampah.
Nasi di sana-sini. Belum lagi di bawah kolong meja juga kotor oleh
tumpahan remah-remah. Mungkin rombongan itu membawa anak-anak.

Meja tersebut bagaikan ladang pembantaian. Tulang belulang berserakan.
Saya tidak habis pikir bagaimana mereka begitu tega meninggalkan sampah
berserakan seperti itu. Tak terpikir oleh mereka betapa sisa-sisa makanan
yang menjijikan itu harus dibersihkan oleh seseorang, walau dia seorang
pelayan sekalipun.

Sejak malam itu saya mengambil keputusan untuk membuang sendiri sisa
makanan jika bersantap di restoran semacam itu. Saya juga meminta
anak-anak melakukan hal yang sama. Awalnya tidak mudah. Sebelum ini saya
juga pernah melakukannya. Tetapi perbuatan saya itu justru menjadi bahan
tertawaan teman-teman. Saya dibilang sok kebarat-baratan. Sok menunjukkan
pernah
ke luar negeri. Sebab di banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika,
sudah jamak pelanggan membuang sendiri sisa makanan ke tong sampah.
Pelayan terbatas karena tenaga kerja mahal.

Sebenarnya tidak terlalu sulit membersihkan sisa-sisa makanan kita.
Tinggal meringkas lalu membuangnya di tempat sampah. Cuma butuh beberapa
menit. Sebuah perbuatan kecil. Tetapi jika semua orang melakukannya,
artinya akan besar sekali bagi para pelayan restoran.

Saya pernah membaca sebuah buku tentang perbuatan kecil yang punya arti
besar. Termasuk kisah seorang bapak yang mengajak anaknya untuk
membersihkan sampah di sebuah tanah kosong di kompleks rumah mereka.
Karena setiap hari warga kompleks melihat sang bapak dan anaknya
membersihkan sampah di situ, lama-lama mereka malu hati untuk membuang
sampah di situ.

Belakangan seluruh warga bahkan tergerak untuk mengikuti jejak sang bapak
itu dan ujung-ujungnya lingkungan perumahan menjadi bersih dan sehat.
Padahal tidak ada satu kata pun dari bapak tersebut. Tidak ada slogan,
umbul-umbul, apalagi spanduk atau baliho. Dia hanya memberikan
keteladanan. Keteladanan kecil yang berdampak besar.

Saya juga pernah membaca cerita tentang kekuatan senyum. Jika saja setiap
orang memberi senyum kepada paling sedikit satu orang yang dijumpainya
hari itu, maka dampaknya akan luar biasa. Orang yang mendapat senyum akan
merasa bahagia. Dia lalu akan tersenyum pada orang lain yang dijumpainya.
Begitu seterusnya, sehingga senyum tadi meluas kepada banyak orang.
Padahal
asal mulanya hanya dari satu orang yang tersenyum.

Terilhami oleh sebuah cerita di sebuah buku "Chiken Soup", saya kerap
membayar karcis tol bagi mobil di belakang saya. Tidak perduli siapa di
belakang. Sebab dari cerita di buku itu, orang di belakang saya pasti akan
merasa mendapat kejutan. Kejutan yang menyenangkan. Jika hari itu dia
bahagia, maka harinya yang indah akan membuat dia menyebarkan virus
kebahagiaan tersebut kepada orang-orang yang dia temui hari itu. Saya
berharap virus itu dapat menyebar ke banyak orang.

Bayangkan jika Anda memberi pujian yang tulus bagi minimal satu orang
setiap hari. Pujian itu akan memberi efek berantai ketika orang yang Anda
puji merasa bahagia dan menularkan virus kebahagiaan tersebut kepada
orang-orang di sekitarnya.

Anak saya yang di SD selalu mengingatkan jika saya lupa mengucapkan kata
"terima kasih" saat petugas jalan tol memberikan karcis dan uang
kembalian. Menurut dia, kata "terima kasih" merupakan "magic words" yang
akan membuat orang lain senang. Begitu juga kata "tolong" ketika kita
meminta bantuan orang lain, misalnya pembantu rumah tangga kita.

Dulu saya sering marah jika ada angkutan umum, misalnya bus, mikrolet,
bajaj, atau angkot seenaknya menyerobot mobil saya. Sampai suatu hari
istri saya mengingatkan bahwa saya harus berempati pada mereka. Para supir
kendaraan umum itu harus berjuang untuk mengejar setoran. "Sementara kamu
kan tidak mengejar setoran?'' Nasihat itu diperoleh istri saya dari
sebuah tulisan almarhum Romo Mangunwijaya. Sejak saat itu, jika ada
kendaraan umum yang menyerobot seenak udelnya, saya segera teringat
nasihat istri tersebut.

Saya membayangkan, alangkah indahnya hidup kita jika kita dapat membuat
orang lain bahagia. Alangkah menyenangkannya jika kita bisa berempati pada
perasaan orang lain. Betapa bahagianya jika kita menyadari dengan membuang
sisa makanan kita di restoran cepat saji, kita sudah meringankan pekerjaan
pelayan restoran.

Begitu juga dengan tidak membuang karcis tol begitu saja setelah membayar,
kita sudah meringankan beban petugas kebersihan. Dengan tidak membuang
permen karet sembarangan, kita sudah menghindari orang dari perasaan kesal
karena sepatu atau celananya lengket kena permen karet.

Kita sering mengaku bangsa yang berbudaya tinggi tetapi berapa banyak di
antara kita yang ketika berada di tempat-tempat publik, ketika membuka
pintu, menahannya sebentar dan menoleh kebelakang untuk berjaga-jaga
apakah ada orang lain di belakang kita? Saya pribadi sering melihat orang
yang membuka pintu lalu melepaskannya begitu saja tanpa perduli orang di
belakangnya terbentur oleh pintu tersebut.

Jika kita mau, banyak hal kecil bisa kita lakukan. Hal yang tidak
memberatkan kita tetapi besar artinya bagi orang lain. Mulailah dari
hal-hal kecil-kecil. Mulailah dari diri Anda lebih dulu. Mulailah sekarang
juga.

By: Andy F Noya

Read More......

Kamis, 23 April 2009

Sadar akan Harga Diri

Mengzi berkata, “Orang tidak boleh tidak tahu malu. Malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak menanggung malu. Rasa malu itu besar artinya bagi manusia. Kalau orang bangga dapat berbuat muslihat dan licin, itulah karena tidak menggunakan rasa malunya. Yang tidak mempunyai rasa malu, tidak layak sebagai manusia, dalam apa ia layak sebagai manusia?” Mengzi VIIA:7

DENTANG lonceng pergantian tahun telah berlalu. Segala ritual yang menandai pergantian tahun telah beakhir. Sekarang sudah saatnya memulai kerja baru, menyongsong kesempatan baru dengan harapan baru. Kalau di tahun-tahun kemarin, negara ini masih dirudung kesulitan semoga di tahun ini semua kesulitan dapat mulai diatasi. Pertanyaannya dimulai dari mana? Kalau mau diteliti dengan seksama asal muasal krisis tersebut dapatlah ditarik satu garis merah dimana pangkal permasalahan dari bangsa ini. Berbagai krisis dalam bidang ekonomi, hukum, moral, bahkan agama, kalau diteliti pokok permasalahannya, tidak lain adalah korupsi. Korupsi ini terjadi hampir di seluruh lapisan masyarakat. Mengapa sampai terjadi demikian? Padahal berbagai upaya telah dilakukan tetapi korupsi masih saja berjalan sepertinya hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa dan wajar saja terjadi. Ini semua terjadi karena banyak orang di negara ini masih sedikit yang memiliki harga diri, kehormatan serta rasa malu. Jelas-jelas orang melakukan korupsi tetapi masih menggunakan berbagai dalih untuk melegalkan kesalahannya. Dan anehnya orang tersebut masih tidak malu memimpin organisasi yang seharusnya menjunjung sportifitas, olahraga misalnya. Dan masig banyak contoh lainnya. Inilah ironisnya di negeri ini. Bila ditarik kesimpulan dari sisi moral, yang hilang didalam masyarakat ini, yaitu harga diri, kehormatan, rasa malu.

Tahu malu, kehormatan, harga diri dalam bahasa mandarin disebut Chi. Tulisannya dalam bahasa Mandarin bentuk kuno diambil dari gambar telinga dan kaki. Hal tersebut menggambarkan seseorang yang karena rasa malunya, menunduk hingga telinganya hampir menyentuh kaki. Chi atau tahu malu ialah sadar akan harga diri, sadar akan harkat dan martabatnya sebagai manusia, mahluk ciptaan Tuhan yang berbudi, menyadari seluruh hidupnya wajib dipertanggung jawabkan kepada Tuhan, maka tidak merendahkan diri dengan melakukan perbuatan tercela, tidak bermoral, korup, penjilat, khianat, pendusta, licik dan sebagainya. Chi juga berhubungan dengan kehormatan, seseorang dikatakan memiliki sifat Chi apabila orang tersebut memiliki harga diri, kehormatan, mempunyai rasa malu, orang demikian selalu menjaga perbuatannya sehingga tidak melakukan hal-hal yang dapat menjadikan dirinya dipermalukan.

Banyak cerita lama mengenai orang-orang yang memiliki harga diri dan kehormatan yang tinggi atau disebut Chi. Adalah Tao Yuanming yang hidup dimasa Dinasti Jin Timur. Beliau adalah seorang penyair yang terkenal dan tinggal di sebuah desa. Mendengar kepandaianya yang luar biasa diangkatlah dia oleh raja sebagai hakim daerah di Pengze. Walaupun pekerjaan itu diluar keinginannya, ibunya menyarankan untuk tetap menerimanya demi kehidupan keluarganya. Imbalan resmi dari pekerjaannya itu berupa lima kantong beras. Di daerah Pengze Tao Yuanming sangat disukai rakyat karena keadilannya dan keramahannya terhadap masyarakat namun hidupnya tetap sederhana. Ketika ditinjau oleh inspektur negara Tao Yuanming ditegur karena mengenakan pakaian yang sederhana, tetapi Tao Yuanming tetap tidak terpengaruh bahkan mengatakan bahwa begitulah pakaiannya sehari-hari. Inspetur itu berusaha mempengaruhi Tao agar mau menarik upeti dari rakyat. Tetapi Tao menolak bahkan menegur keras perbuatan Inspektur yang suka memeras rakyat itu. Akibatnya Tao Yuanming dipecat dari kedudukannya. Tao Yuanming tidak bersedih hati, karena baginya daripada harus memeras rakyat lebih baik hidup sederhana dengan bertani Sambil terus berkarya dalam seni sastranya.

Itulah kehormatan, harga diri dan rasa tahu malu, apabila seseorang telah memiliki ia rela hidup sederhana daripada hidup bermewah-mewah dari hasil memeras rakyat, atau hasil korupsi maupun dari hasil yang didapat dari cara-cara bertentangan dengan kebenaran. Rasa tahu malu, harga diri, kehormatan ini harus dibangkitkan keseluruh lapisan masyarakat, dengan demikian apabila rakyat memiliki harga diri yang tinggi perbuatan yang melanggar kebenaran dengan sendirinya akan malu melakukannya. Untuk itu semua, para pemimpin haruslah memulai terlebih dulu dengan memberi suri tauladan. Semoga.

Oleh Makin Pak Kik Bio
Sumber : Pontianak Post

Read More......

Jumat, 17 April 2009

Seorang Buta dengan Lenteranya

Zilu bertanya tentang seorang Junzi (Susilawan). Nabi bersabda, “Ia membina diri dengan penuh hormat.”
“Setelah dapat berbuat demikian lalu bagaimana?”
“Ia membina diri untuk memberi sentosa kepada orang lain.”
“Setelah dapat berbuat demikian lalu bagaimana?”
“Ia membina diri untuk memberi sentosa kepada segenap rakyat. Membina diri untuk dapat memberi sentosa kepada seluruh rakyat, meskipun Giau dan Sun masih khawatir belum dapat melaksanakan dengan sempurna.” Lun Yu XIV: 42.

MEMBINA diri ialah berusaha dengan sepenuh tenaga berbuat kebajikan, meluruskan hati. Diri yang diliputi geram dan marah, tidak dapat berbuat lurus. Yang diliputi takut dan khawatir, tidak dapat berbuat lurus. Yang diliputi suka dan gemar, tidak dapat berbuat lurus. Dan yang diliputi sedih dan sesal, tidak dapat berbuat lurus. Oleh karenanya seorang Junzi (Susilawan) selalu menjaga hatinya agar senantiasa lurus, tidak larut di dalam arus hawa nafsu, ketamakan, maksiat dan selalu menjaga watak sejatinya agar senantiasa harmonis, adanya keseimbangan antara daya hidup duniawi dan daya hidup Illahi. Inilah yang menjadi tujuan agama.
Diawali dengan membina dirinya barulah dapat membina keluarganya, kemudian kelingkungan sekitarnya, lalu keseluruh negara. Seperti halnya lentera orang buta dalam cerita berikut ini, dimulai dari kemauan sibuta sendiri untuk membawa lentera akan membuat sekelilingnya menjadi terang dan tidak saling bertabrakan.
Ceritanya dimulai dari seorang buta yang bertamu ke rumah sahabatnya. Mereka berdua asyik berdiskusi, sehingga tanpa disadari hari sudah gelap. Ketika orang buta itu berpamitan kepada sahabatnya, disarankannya orang buta itu untuk membawa lentera. Orang buta itu tertawa terbahak-bahak, “Apa gunanya lentera itu bagiku, toh aku seorang buta, cahaya lentera itu tak akan menerangi jalan untukku. Lagipula aku telah hafal betul jalan pulang menuju rumahku.” Temannya dengan sabar menjawab, ”Lentera itu tidak saja berguna untukmu, tetapi juga berguna agar orang lain tidak menabrakmu.” Meski dengan menggerutu orang buta itu akhirnya mau menerima dan membawa lentera itu pulang kerumahnya.
Baru berjalan tidak jauh dari rumah temannya, orang buta itu dikagetkan oleh seseorang yang tidak sengaja menabraknya. Dia berteriak marah, “Hei kamu tidak melihat ada orang buta sedang jalan, kamu harus memberi jalan pada orang buta!” Orang buta itu melanjutkan perjalannya, tidak seberapa jauh ia berjalan seseorang pejalan kaki lainnya menabraknya. Kali ini orang buta itu benar-benar marah,” Kamu buta, ya? Apa kamu tidak melihat lenteraku? Aku membawa lentera ini agar orang lain dapat melihatku!” Si Penabrak menjawab, “Kamu yang buta! Apa tidak kau lihat kalau lenteramu itu padam?” Orang buta itu tertegun. Tetapi setelah melihat dengan seksama, si penabrak segera meminta maaf, ”Maaf, aku tadi benar-benar ‘buta’ Aku tadi tidak melihat bahwa anda memang buta.” Orang buta itu menjawab, “Tidak, tidak, akulah yang harus meminta maaf atas kekasaranku tadi.” Keduanya merasa tidak enak hati. Si penabrak kemudian membantu menyalakan lentera itu
Pada saat itu, seseorang lewat, bertepatan dengan saat orang itu akan menabrak kedua orang tersebut, dinyalakan korek api untuk menyalakan lentera. Orang tersebut kaget, ternyata ada dua orang yang sedang berusaha menyalakan lentera, maka dibantunya kedua orang itu menyalakan lentera-lenteranya. Ketiga orang itu kemudian melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Lentera dalam cerita ini ibarat kebajikan yang bercahaya yang terdapat di dalam diri tiap manusia, akan tetapi tidak semua manusia mengetahuinya. Harus ada yang memberikan pencerahan agar sadar bahwa di dalam diri masing-masing manusia memilikinya, seperti kawan sibuta yang menganjurkan membawa lentera dalam cerita tersebut. Hanya dengan membina diri manusia akan dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengamalkan kebajikannya. Dan dengan diri yang telah terbina baru dapat membina keluarganya, memberikan kesentosaan, selanjutnya ke lingkungan sekelilingnya sampai meluas keseluruh alam semesta. Inilah landasan bagi seorang Junzi (Susilawan), oleh karenanya hanya seorang Junzi yang layak memimpin umat manusia.

Oleh Makin Pak Kik Bio.

Sumber: www.pontianakpos.com

Read More......

Mawas Diri

KONGZI bersabda, “Seorang Susilawan bila tidak menghargai dirinya, niscaya tidak berwibawa; belajarpun tidak akan teguh.”
“Utamakan sikap Satya dan Dapat Dipercaya.”
”Janganlah berkawan dengan orang yang tidak sepertimu.”
“Bila bersalah janganlah takut memperbaiki.” Lunyu I;8.

DALAM Empat Jalan Suci Kongzi mengajarkan: Wen/ Belajar, Xing/ Perilaku, Zhong/ Satya, Xin/ Dapat Dipercaya. Artinya bahwa setiap manusia dalam menjalankan kodrat kemanusiaannya harus dimulai dari belajar, mempelajari kitab-kitab, sehingga mempunyai pengetahuan tentang apa yang difirmankan Tuhan. Setelah tahu, mengerti maka harus menjalankan apa yang telah dipelajarinya di dalam kehidupan sehari-hari yang menjadikan mampu melaksanakan apa yang telah menjadi Firman-Nya. Dalam melaksanakan apa yang telah dipelajari tentu tidak semulus yang dibayangkan. Banyak hambatan serta godaan yang selalu menguji iman, sehingga kesalahan dan kekurangan bukanlah sesuatu yang mustahil. Disinilah manusia memerlukan apa yang disebut kontrol, mawas diri untuk melakukan pemeriksaan, koreksi diri terhadap kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya.
Kongzi bersabda, “Adapun kesalahan seseorang itu masing-masing sesuai dengan sifatnya. Bahkan dari kesalahannya dapat diketahui apakah ia seorang yang berperi Cinta Kasih.” Lunyu IV;7
Kesalahan-kesalahan ini ada berbagai macam. Kesalahan yang dilakukan karena ketidak-tahuan, kesalahan karena ketidak-sengajaan. Kesalahan yang demikian adalah yang dapat diperbaiki. Ada pula yang sudah mengetahui kalau hal tersebut salah tetapi masih saja diperbuat, seperti korupsi, manipulasi, berzinah, maka perbuatan tersebut dinamakan dosa. Oleh karenanya pengendalian diri harus dilakukan sebelum perbuatan itu terjadi sebagaimana dikatakan oleh Mengzi sebagai berikut, “Orang harus mengetahui yang tidak boleh dilakukan, baharulah kemudian tahu apa yang harus dilakukan.” “Jangan lakukan apa yang tidak patut dilakukan dan jangan inginkan apa yang tidak patut diinginkan. Ini sudah cukup.” Inilah cara pengendalian dini terhadap kesalahan, mencegah kesalahan sebelum terjadi. Sebagaimana disabdakan oleh Kongzi, “Seseorang yang dapat membatasi dirinya, sekalipun mungkin berbuat salah, pasti jaranglah terjadi.”
Pada suatu saat murid Kongzi bernama Yan Hui menanyakan tentang pelaksanaan pengendalian diri yang berpulang kepada Kesusilaan, maka Nabi menjawab, “Yang tidak susila jangan dilihat, yang tidak susila jangan didengar, yang tidak susila jangan dibicarakan, dan yang tidak susila jangan dilakukan.”
Namun banyak orang yang dengan sengaja dan sadar melakukan kesalahan, dan masing-masing mempunyai alasan pembenaran sendiri-sendiri. Seperti mereka yang menikmati korupsi dengan alasan bahwa gaji yang diterimanya hanyalah cukup untuk makan dua minggu saja. Mereka merasa sah-sah saja berkorupsi ria. Banyak pula koruptor-koruptor kakap yang menyumbangkan hasil korupsinya untuk rumah-rumah ibadah, dengan anggapan perbuatannya itu adalah untuk membayar dosa-dosa yang telah diperbuatnya itu. Kemudian keesokan harinya melakukan korupsi lagi. Adapula yang dengan alasan hiburan merasa bahwa cukup beralasan untuk berbuat yang tidak susila, berzinah misalnya. Ada pula yang karena kekesalan hatinya mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada orang tuanya. Kejadian-kejadian seperti diatas adalah benar-benar suatu kesalahan, atau kesalahan yang besar, ini yang disebut dosa, sebagaimana disabdakan oleh Kongzi. “Bersalah tetapi tidak mau memperbaiki, inilah benar-benar kesalahan.”
Ketika murid Kongzi bernama Ong Sun-ke bertanya, ”Apakah maksud peribahasa ‘Daripada bermuka-muka kepada malaikat Oo (malaikat ruang Barat Daya Rumah), lebih baik bermuka-muka kepada Malaikat Co (Malaikat Dapur)’ itu?”Kongzi bersabda, “Itu tidak benar. Siapa berbuat dosa kepada Tuhan, tiada tempat (lain) ia dapat meminta doa.” Lunyu III;13.
Jelaslah sebagaimana diajarkan oleh Kongzi, bahwa segala perbuatan itu akan menerima akibatnya masing-masing. Barang siapa menanam jagung akan memetik buah jagung. Tidak ada alasan pemaaf bagi siapapun yang berbuat dosa. Dan hanya satu jalan agar tidak menerima akibat dari berbuat dosa. Yaitu jangan berbuat dosa.

Oleh Makin Pak Kik Bio

Sumber : www.pontianakpos.com

Read More......

Dao, Jalan Keselamatan Bagi Manusia

“Firman Tuhan itulah yang dinamai Watak Sejati/ Xing, hidup mengikuti Watak Sejati itulah dinamai menempuh Jalan Suci/ Dao, bimbingan menempuh Jalan Suci itulah yang dinamai Agama/ Jiao.” Zhong Yong Bab Utama : 1.

PERIHAL keselamatan bagi umat beragama menjadi sesuatu yang sangat penting, karena kata tersebut mengandung harapan bagi umat akan hasil dari pengamalan agamanya. Banyak pertanyaan tentang keselamatan ini, misalnya apakah dengan mengikuti suatu agama maka akan dengan sendirinya dijamin akan terselamatkan? Atau apakah kalau mengikuti atau percaya kepada seseorang begitu saja akan terselamatkan pula? Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya sering timbul apabila seseorang sedang menghadapi suatu masalah, sedang dilanda kebimbangan, hatinya sedang rawan. Pada umumnya keselamatan ini dihubungkan dengan suatu keadaan setelah mati, dan dikaitkan pula suatu tempat atau keadaan setelah mati. Pertanyaan itu tentu tidak mudah menjawabnya. Oleh karenanya hanya dengan iman yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebelum menelaah tentang keselamatan manusia disini perlu direnungkan tentang hakekat sebagai manusia.

“Maha Besar Qian Khalik Semesta Alam Yang Maha Sempurna, berlaksa benda bemula kepadaNya; semuanya berpulang kepada Tian-Tuhan Yang Maha Esa. Dao atau Jalan Suci Qian Khalik Semesta Alam, menjadikan perubahan dan peleburan; menjadikan semua, masing-masing menepati/ lurus dengan Watak Sejati dan Firman (Xing dan Ming); melindungi/ menjaga berpadunya Keharmonisan Agung (Tai He) sehingga membawakan berkah, benar dan teguh/ kokoh.” Yi Jing Sabda I: 1,4.
Hakekat dari keberadaan manusia disini dinyatakan tentang kebenaran bahwa semuanya adalah bermula dan berpulang kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa, disebut pula Qian, Sang Khalik Semesta Alam. Dengan kuasa KebajikanNya/ Tian De, Tian telah menciptakan Di/ Bumi dan semesta alam beserta hukum (Li) yang berlaku atasnya. Oleh FirmanNya/ Tian Ming telah dijelma tumbuhkan segenap mahluk diatas Di/ Bumi yang mendukung kehidupan dan penghidupannya Tian, Di, Ren/ Tuhan Yang Maha Esa, semesta alam yang diciptakanNya dan segenap mahluk yang di FirmankanNya disebut sebagai San Cai, Tiga Kekuatan penggerak atas semua yang ada. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dikaruniai kemampuan untuk mengembangkan diri lewat proses belajar dengan menjaga, merawat, menghayati dan mengamalkan pancaran Kebajikan Tuhan/ Tian De, yang dikaruniakan kepadanya menjadi Xing/ Watak Sejati atau hakekat kemanusiaannya, tetapi juga menjadi pertanggung jawaban yang harus dilaksanakan sebagai pengemban Firman Tian.
Oleh karenanya manusia harus melaksanakan FirmanNya, dengan mengamalkan dan mengembangkan kebajikan, karena hanya kepada Kebajikan Tuhan berkenan, tiada jarak jauh tidak terjangkau, kesombongan mengundang bencana, kerendahan hati menerima berkah, demikianlah Jalan Suci Tuhan (Tian Dao). Kebajikan itu esa, tiap gerak tiada yang tidak membawa berkah. Bila Kebajikan itu mendua, meniga, maka tiap gerak tiada yang tidak membawa nahas. Sesungguhnya, rahmat dan nahas itu tidak akan salah turun/ mengena kepada seseorang; sesungguhnya Tuhan menurunkan bencana atau bahagia itu atas dasar Kebajikan itu.
“Yang senantiasa tekun dengan sungguh-sungguh membina Kebajikan, dialah yang beserta Shang Di, Tuhan Kahlik Semesta Alam Yang Maha Kuasa Maha Tinggi.” Shu Jing IV.V.iii.3.
Di dalam iman Konfusiani Dao, adalah Jalan Suci yang harus ditempuh di dalam hidup ini, yang juga bermakna menjadi Jalan Keselamatan bagi hidup manusia saat ini dan sesudahnya. Kebenaran makna Keselamatan didalam iman Konfusiani ialah keberhasilan di dalam membina diri untuk hidup satya, penuh semangat bakti dan dapat dipercaya untuk menegakkan Firman, menggemilangkan dan mengamalkan Kebajikan sehingga hidup ini benar-benar di dalam rahmat dan ridho Tian. Keberhasilan inilah yang mengantar hingga mencapai puncak kebajikan, harmonisnya daya hidup duniawi dan Illahi, yang merupakan tujuan tertinggi dari agama. Pencapaian ini yang mengantar manusia menjadi Shenming kalau meninggal dunia.
Jadi Keselamatan adalah merupakan hasil jerih payah dari pengamalan ajaran-ajaran Kongzi, bukannya merupakan hadiah gratis yang dapat diperoleh dengan percuma, tanpa jerih payah yang harus dilakukan sendiri. Seperti disabdakan Kongzi, “Iman itu harus disempurnakan sendiri dan Jalan Suci/ Dao itu harus dijalani sendiri.

Oleh : Makin Pak Kik Bio

Sumber: www.Pontianakpos.com

Read More......

Makna Sembahyang Tangcik/Dongzhi

HARI Tangcik/Dongzhi adalah hari saat matahari tepat di atas garis balik 23,5 derajat Lintang Selatan, yang bertepatan dengan tanggal 22 Desember atau 21 Desember pada saat tahun kabisat. Pada saat itu di belahan bumi utara mempunyai siang hari paling pendek dan malam hari paling panjang. Pada daerah-daerah utara khatulistiwa yang mempunyai iklim subtropis dan dingin, tibalah saat musim dingin.

Sembahyang Dongzhi disebut juga sembahyang Zheng, atau sembahyang Syukur dan Yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bermaknakan rasa syukur dan yakin atas rahmat-Nya. Sembahyang ini merupakan salah satu dari empat sembahyang besar kepada Tian (Yue, Ci, Zheng, Chang deperti tertulis dalam sanjak Tian Bao). Persembahyangan Tangcik/ Dongzhi sudah dilakukan sebelum jaman dinasti He/ Xia (2205 -1766 SM), kemudian pada Jaman Dinasti Siang/ Shang (1766 - 1122 SM) diselenggarakan sebagai Sembahyang Besar Lima Tahun sekali dan dipimpin langsung oleh Kaisar (yang bestatus sebagai Thian Cu/ Tian Zi/ Putra Tuhan) yang disebut sembahyang Tee/ Di.

Pada jaman dinasti Ciu/ Zhou (1122 – 155 SM), saat Dongzhi ini ditentukan sebagai permulaan tahun baharu karena pada hari itu adalah merupakan titik tolak matahari bergerak dari selatan ke arah utara. Hari-hari selanjutnya letak matahari mulai balik kearah utara, siang hari kian panjang dan malam hari kian pendek, sekalipun saat ini udara makin bertambah dingin sampai tiba musim semi, yaitu saat matahari melewati garis khatulistiwa.
Pada masa, rajamuda-rajamuda mengadakan upacara sembahyang besar yang dinamai Kau/Jiau, yang dilakukan di hadapan sebuah altar yang dibangun di alun-alun sebelah selatan untuk mengucapkan puji syukur kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa. istilah Tee/ Di ini diperluas/digunakan sebagai sebutan untuk semua acara Sembahyang Besar yang diselenggarakan pada keempat musim sepanjang tahun.
Biarpun pada masa berdirinya dinasti Han (206 SM– 220 M), dimana sistim penanggalan diubah menjadi Khongcu Lik atau He Lik/Xia Li atau Yin Li, yang hari tahun baharunya ditentukan kira-kira satu– dua bulan setelah Dongzhi, namun Raja-raja tetap melakukan sembahyang besar kepada Tian disaat Dongzhi.
Rakyat jelatapun melakukan sembahyang kepada Tian dan leluhurnya, dengan sajian utama ialah ronde yang berbentuk bulat, dibuat dari tepung ketan dan diberi warna merah dan putih yang melambangkan sifat Yin dan Yang, dan diberi kuah jahe manis. Disajikan tiga mangkok ronde, tiap mangkok diisi 12 ronde merah dan putih dan diberi sebuah ronde merah besar yang melambangkan berkat yang diterima sepanjang tahun. Sembahyang Dongzhi ini dilakukan pada saat dini hari jam 03.00 s/d 05.00 di rumah masing-masing untuk sembahyang kepada leluhur dan di lithang. Sebagai sajian khusus sembahyang Dongzhi ditambahkan 3 mangkok ronde selain sajian seperti biasanya. Masing-masing isinya 12 ronde kecil warna merah dan putih dan satu ronde besar warna merah.
Bagi umat Khonghucu, hari Dongzhi mempunyai makna suci khusus, disebut hari Bok Tok/Mu Duo atau hari Genta Rohani. Saat itu Nabi Kongzi berusia 56 Tahun, beliau memutuskan meninggalkan Negeri Lu. tanah tumpah darah yang dicintainya, meninggalkan kedudukan yang mulia, meninggalkan segala yang dimilikinya, karena rajamuda Lu sudah ingkar dari jalan suci. Dan mulai mengembara dari satu negeri ke lain negeri selama kira-kira 13 tahun untuk menebarkan agama Khonghucu. Beliau meninggalkan negeri Lu, untuk menjadi Mu Duo atau Genta Rohani yang memberikan Firman Tuhan bagi hidup insani. Nabi Kongzi bukan pembawa Mu Duo Raja, tetapi Mu Duo Tuhan yang Maha Esa bagi segenap manusia.
Dalam pengembaraannya ketika Nabi melewati tapal batas negeri Yi, penjaga tapal batas negeri Yi yang ternyata adalah seorang suci dan bijaksana yang menyembunyikan diri, ingin bertemu dengan Nabi dan berkata; “Setiap ada seorang Junzi yang lewat disini, aku tidak pernah tidak menemuinya.” Oleh para murid ia disilakan menemui Nabi. Setelah keluar ia berkata: “Saudara-saudaraku, mengapa kalian nampak bermuram durja karena kehilangan kedudukan? Sudah lama dunia ingkar dari Jalan Suci, kini Tian menjadikan Guru selaku Mu Duo.” Lun Yu III : 24.
Pada saat sembahyang Dongzhi ini umat Khonghucu memperingati tiga peristiwa penting yaitu sembahyang Dongzhi itu sendiri, juga untuk memperingati Hari Genta Rohani/Mu Duo yang mengingatkan saat Nabi Kongzi memulai pengembaraanNya untuk menyebarkan Agama Khonghucu disamping itu juga memperingati hari Wafat Rasul Bingcu/ Mengzi.

Oleh Makin Pak Kik Bio

Sunber :Pontianak Pos

Read More......

Rabu, 15 April 2009

Tuhan Menciptakan Kejahatan??

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?
Apakah kejahatan itu ada?
Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal itu menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.

“Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi.

“Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.


Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”


Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”

“Tentu saja,” jawab si Profesor


Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”

“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada.
Kamu tidak pernah sakit flu?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.
Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.


Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”

Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap.

Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya diruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”



Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”
Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”


Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab,
“Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan.

Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia.
Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”



Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Read More......

Kamis, 09 April 2009

Kuman Tidak Mampu Melawan Madu !!

Ini merupakan judul sebuah artikel yang dimuat majalah Dis Lancet Infect edisi Februari 2003 yang ditulis oleh seorang Dr. Dixon, ia mengatakan: madu sangat kuat menguasai kuman. Sehingga tidak ada satu kuman pun yang sanggup berhadapan dengan madu.

Dr Dixon, merupakan seorang dari sekian banyak para ilmuwan yang diberi anugerah oleh Allah dapat mengkaji manfaat madu.
Yang menarik, penderita kencing manis, yang oleh para dokter diminta untuk tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis, termasuk madu. Karena, dianggap bisa menaikkan kadar gula dalam tubuh. Ternyata, menurut penelitian, anjuran itu tidak berlaku.
Madu, justru mampu menurunkan kadar gula di dalam darah orang yang terkena sakit gula. Beberapa penemuan membuktikan bahwa di dalam madu terdapat unsur oksidasi yang menjadi pengurai gula di dalam darah lebih mudah, yang tidak membuat kadar gula semakin bertambah tinggi.. Madu yang kaya dengan vitamin B1, B5 dan G, justru sangat diperlukan bagi penderita kencing manis. Karena, madu mengandung sekitar 100 unsur berbeda yang dianggap sangat urgen bagi tubuh manusia, khususnya bagi penderita diabtesi tersebut.

Seorang filsuf dan penulis Yunani, Athenaeus, menyatakan bahwa siapa saja yang rajin mengonsumsi madu setiap hari akan bebas dari penyakit selama hidupnya. Dia tidak mengada-ada karena di dalam madu memang termuat rupa-rupa nutrisi yang unik dan potensial untuk memelihara kesehatan dan kecantikan. Madu memiliki kekuatan menyembuhkan yang hebat.. Berbagai nutrisi yang dikandungnya telah lama dimanfaatkan untuk mengatasi luka bakar, menambah stamina, menaikkan gairah seksual, bahkan dapat mencegah kanker.
Cairan berwarna keemasan ini pun merupakan perawat keindahan kulit yang bermutu.

Seorang ilmuwan dari Universitas Illinois di Urbana, Amerika Serikat, menulis dalam Journal of Apicultural Research bahwa khasiat masing-masing madu bisa saja berbeda, namun semua jenis madu pasti mengandung antioksidan, seperti vitamin E dan vitamin C, yang sama kadarnya. Antioksidan tersebut diyakini mampu mencegah terjadinya kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya.

Secara lebih rinci Prof. DR. H. Muhilal, pakar gizi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, menguraikan tentang kandungan gizi madu.. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap sel-sel tubuh. Asam amino bebas dalam madu mampu membantu penyembuhan penyakit, juga sebagai bahan pembentukan neurotransmitter atau senyawa yang berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak. Madu juga mengandung zat antibiotik yang berguna untuk mengalahkan kuman patogen penyebab penyakit infeksi.

Karbohidrat madu termasuk tipe sederhana. Rata-rata komposisinya adalah 17,1 persen air; 82,4 persen karbohidrat total; 0,5 persen protein, asam amino, vitamin, dan mineral. Karbohidrat tersebut utamanya terdiri dari 38,5 persen fruktosa dan 31 persen glukosa. Sisanya, 12,9 persen karbohidrat yang terbuat dari maltose, sukrosa, dan gula lain. Sebagai karbohidrat, satu sendok makan madu dapat memasok energi sebanyak 64 kalori.

Berkat kekayaan zat gizinya, tak heran jika madu sejak zaman baheula digunakan sebagai obat. Bangsa Mesir kuno misalnya sudah memanfaatkan madu untuk mengobati luka bakar dan luka akibat benda tajam. Dalam penelitian ribuan tahun kemudian ditemukan sifat antiseptik ringan dan antimikrobial dari madu. Karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri itulah, madu mampu mempercepat penyembuhan luka.
“Sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi antiinflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan, ” kata Dr. Peter Molan dari University of Waikato, New Zealand , melalui situs kesehatan.
Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit.

Sebuah studi terbaru menemukan kandungan antioksidan di dalam cairan
mujarab tersebut. Itu artinya madu ampuh untuk menangkal radikal bebas. Kita tahu bahwa radikal bebas menjadi penyebab terjadinya berbagai penyakit yang sulit dikontrol, salah satunya kanker.

Temuan tersebut mendorong para peneliti untuk mencari tahu lebih jauh tentang zat-zat antikanker yang dikandung madu. Diharapkan berbagai penelitian terkini akan semakin mengukuhkan khasiat madu yang sangat potensial untuk menghentikan penyebaran penyakit ganas..
Reputasi madu untuk mengatasi gangguan pernapasan masih tetap diakui.
Terutama untuk mengusir dahak atau cairan yang menyumbat saluran
pernapasan.
Masyarakat Yunani dan Romawi percaya khasiat madu sebagai dekongestan
(pelega hidung saat pilek).

Madu juga memiliki sifat sedatif (penenang) yang ringan. Maka itu
masyarakat tradisional sering membubuhkan madu pada segelas susu untuk
diminum sebelum tidur. Minuman ini membuat mereka rileks dan bisa segera
tidur nyenyak.

Hampir semua makanan manis akan merangsang otak untuk memproduksi endorfin
atau pembunuh nyeri alami di dalam tubuh. Tak terkecuali rasa manis alami
yang dihasilkan madu. Berkaitan dengan kadar fruktosanya yang tinggi,
membuat madu mempunyai efek laksatif atau pencahar yang ringan.

Efek lain dari madu yang dipercaya sejak lama, yakni sebagai aprodisiak
atau pembangkit gairah seksual. Istilah honeymoon (bulan madu) berasal
dari tradisi kuno masyarakat Eropa Utara, ketika pasangan pengantin baru
diharuskan mengonsumsi madu dan mead (minuman sejenis wine yang dibuat
dari fermentasi madu) yang diyakini bersifat aprodisiak tadi.

Madu juga memiliki aktivitas sebagai disinfektan ringan, sehingga mampu
menyembuhkan radang tenggorokan. Cairan manis ini juga bisa meningkatkan
produksi saliva atau cairan ludah yang dapat membantu mengatasi
tenggorokan yang kering atau teriritasi.
Para penyanyi opera pun gemar memanfaatkan madu untuk memelihara kondisi
tenggorokan mereka, supaya tetap bisa melantunkan lagu-lagu merdu. Segelas
air hangat dicampur lemon dan madu merupakan ramuan tradisional yang biasa
digunakan untuk mengikis radang tenggorokan.

Jika Anda ingin awet muda, tetap segar dan bugar walau sudah berusia tua,
selalu makan madu secara rutin. Demikian pesan pionir ilmu kedokteran
modern sekaligus filsuf Islam, Dr. Ibnu Sina.

Kaum perempuan di Mesir, Yunani, dan Rusia memang sudah memanfaatkan
madu sejak lama untuk memelihara kecantikan kulit muka agar tetap cantik
dan bersih. Juga untuk menghilangkan noda dan bintik-bintik hitam
(hiperpigmentasi) , serta mencegah keriput. Ramuan berupa 100 gram madu
dicampur 25 ml alkohol dan 25 ml air bersih bisa dicoba untuk merawat
keindahan kulit Anda.

Rasa madu sangat dipengaruhi oleh jenis bunga yang dikunjungi lebah untuk
diambil nektarnya (bahan pembuat madu). Saat ini bisa dijumpai berbagai
madu, seperti madu randu, madu klengkeng, madu asam, madu mangga, madu
apel, madu ceri, madu jeruk, madu peer, dan banyak lagi.

Apabila bunga yang dihinggapi lebah memiliki zat-zat racun, kemungkinan
besar madunya pun beracun. Lebah yang mengambil nektar dari bunga pohon
rhododendron misalnya, bisa memproduksi madu beracun. Bila dikonsumsi,
madu ini bisa menyebabkan kelumpuhan.

Beberapa tanaman, selain rhododendron, mengandung senyawa beracun dalam
nektarnya, antara lain azalea, andromeda, agave, atropa, datura,
euphorbia, kalmia, gelsemium, dan melaleuca. Madu beracun ini biasanya
merupakan madu liar.

Saat ini madu sudah banyak diproduksi yang tentunya mengembil
jenis-jenis tanaman yang selain tidak beracun juga bermanfaat bagi
kesehatan. Salah satu keunikan dari madu, meski memiliki rasa manis, tidak
begitu berbahaya dibanding gula.

Meski efeknya ringan dalam menaikkan gula darah dibanding sumber
karbohidrat lain, bagi diabetesi dianjurkan untuk tetap berkonsultasi ke
dokter bila mengonsumsinya.
Manis alami madu telah digunakan di Inggris hingga pertengahan abad ke-17,
untuk menambah nikmat rasa makanan dan minuman. Sayang kebiasaan ini
kemudian berubah ketika orang mulai memproduksi gula. Butiran putih ini
dianggap lebih berkelas dan hanya golongan berstatus sosial tinggilah yang
mampu menjangkaunya.

Namun, di akhir abad ke-17 gula semakin meluas pemakaiannya, tak hanya
terbatas pada kalangan atas. Keluarga kerajaan pun kembali pada kebiasaan
semula, yakni menyantap roti yang diolesi madu berkualitas tinggi
tentunya.
Tak ada salahnya bila kita mencontoh gaya hidup ala Ratu Inggris, sarapan
madu setiap hari.

sumber :
http://sonokeling.wordpress.com/2009...-melawan-madu/

Read More......

Kamis, 02 April 2009

Mensyukuri Apa yang Dimiliki

“Tiada sesuatu yang tidak karena Firman, maka terimalah itu dengan taat di dalam kelurusan. Maka orang yang mengenal Firman tidak akan berdiri di bawah tembok yang sudah miring retak. Orang yang sungguh-sungguh sepenuh hati menempuh Jalan Suci, lalu mati, ia lurus di dalam Firman. Mati dengan kaki tangan diborgol (karena perbuatan yang ingkar dari Jalan Suci), itu tidak lurus di dalam Firman.” Mengzi VIIA : 2.

DUNIA dewasa ini telah terselimuti oleh materialisme. Keberhasilan seseorang lebih diukur dengan jumlah uang atau materi yang didapatkannya. Bahkan untuk mendapatkan kekayaan orang kadang sudah lupa akan kebenaran. Kehidupan sehari-hari selalu diwarnai oleh pameran materi, kekayaan maupun kemewahan. Mulai di jalanan, mobil-mobil mewah menjadi pemandangan yang sudah tidak asing lagi. Pusat-pusat perbelanjaan, iklan televisi selalu menawarkan kemewahan. Semua itu tentu akan mendorong masyarakat untuk bermimpi mendapatkan hidup yang bermewah-mewah. Akan tetapi hanya sebagian orang saja yang dapat mencapainya. Sedangkan yang lainnya harus mau berpuas diri dengan hidup sederhana. Tetapi itu semua sah-sah saja, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkannya, tinggal seberapa besar kemauan dan kemampuan usahanya.
Tetapi, ibarat peribahasa mengatakan, manusia berusaha tetapi Tuhan yang menentukan, atau ada peribahasa lain yang mengatakan bahwa kesuksesan itu sembilan puluh lima persen adalah usaha, lima persen adalah keberuntungan. Keberhasilan dalam hidup ini adalah berkat usaha masing-masing, tiada seorangpun yang dapat menentukan keberhasilan orang lainnya. Tetapi ada juga orang yang telah berusaha mati-matian akan tetapi hasilnya masih pas-pasan juga. Seolah keberuntungan tidak juga mau mendekatinya, tetapi seseorang yang telah mengerti akan Firman Tuhan pasti selalu mensyukuri apa yang telah dimiliki atau didapatkannya.
Alkisah, di sebuah kerajaan, sang raja memiliki kegemaran berburu. Suatu hari, ditemani penasihat dan pengawalnya raja pergi berburu ke hutan. Karena kurang hati-hati, terjadilah kecelakaan, jari kelingking raja terpotong oleh pisau yang sangat tajam. Raja sangat bersedih, penasihat raja berusaha menghibur dengan kata-kata manis, tapi raja tetap besedih.
Karena tidak tahu lagi apa yang mesti diucapkan untuk menghibur raja, akhirnya penasihat itu berkata. “Baginda, apa yang terjadi patut disyukuri.” Mendengar ucapan penasihatnya itu sang raja langsung marah besar. “Kurang ajar! Kena musibah bukan dihibur tapi malah disuruh bersyukur….!” Lalu raja memerintahkan pengawalnya untuk menghukum penasihat tadi dengan hukuman tiga tahun penjara.
Waktu terus berganti. Hilangnya jari kelingking ternyata tidak membuat raja menghentikan kegemarannya berburu. Suatu hari, raja bersama penasihatnya yang baru dan rombongan, berburu ke hutan yang jauh dari istana. Tidak terduga, saat berada ditengah hutan, raja dan penasihatnya tersesat dan terpisah dari rombongan. Tiba-tiba, mereka dihadang oleh orang-orang suku primitif. Keduanya lalu ditangkap dan diarak untuk dijadikan korban persembahan kepada para dewa.
Sebelum dijadikan persembahan kepada para dewa, raja dan penasihatnya dimandikan. Saat giliran raja dimandikan, ketahuan kalau salah satu jari kelingkingnya tepotong, yang diartikan sebagai tubuh yang cacat sehingga dianggap tidak layak untuk dijadikan persembahan kepada dewa. Akhirnya, raja ditendang dan dibebaskan begitu saja oleh orang-orang primitif itu. Dan penasihat barulah yang dijadikan persembahan kepada para dewa.
Dengan susah payah, akhirnya raja berhasil keluar dari hutan dan kembali ke istana. Setibanya di istana, raja langsung memerintahkan supaya penasihat yang dulu dijatuhinya hukuman pejara segera dibebaskan. “Penasihatku, aku berterima kasih kepadamu. Nasihatmu ternyata benar, apa pun yang terjadi kita patut bersyukur. Karena jari kelingkingku yang terpotong waktu itu, hari ini aku bisa pulang dengan selamat…” Kemudian, rajapun menceritakan kisah perburuannya waktu itu secara lengkap.
Setelah mendengar cerita sang raja, buru-buru si penasihat berlutut sambil berkata: “Terima kasih baginda. Saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya waktu itu. Karena jika tidak, mungkin sekarang ini, sayalah yang menjadi korban dan dipersembahkan kepada para dewa oleh orang-orang primitif itu.”
Ketika sedang mendapatkan kelimpahan berkah orang tidak boleh tidak bersyukur kepada Tuhan. Ketika mendapatkan ujian ataupun cobaan harus juga bersyukur. Karena kebahagiaan itu adalah mensyukuri apa yang dimiliki.

Oleh Makin Pak Kik Bio
Sumber : Pontianak Post

Read More......

Kemanusiaan Yang Universal

Bila cita dan cipta selalu ditujukan kepada Kemanusiaan, sesungguhnya tiada sarang bagi kejahatan. Lunyu IV : 4.

KEMANUSIAAN atau Cinta Kasih itu melekat pada diri tiap manusia baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, dari suku bangsa manapun juga tiada perkecualiannya. Nilai-nilai kemanusiaan ini universal sekali, menembus sekat-sekat agama, ras maupun gender. Hal tersebut dapat dilihat ketika badai tzunami melanda di Banda Aceh, kemudian diliput media elektronik maupun media cetak, rasa simpati datang dari seluruh dunia, banyak orang bersimpati serta mengumpulkan dana sumbangan untuk membantu sesamanya yang terkena musibah. Bahkan ada seorang anak kecil yang memecah celengannya untuk disumbangkan. Itulah Kemanusiaan. Itulah Cinta Kasih, dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Namun di sisi lain, mengapa masih saja terjadi penganiayaan antara seorang manusia kepada manusia lainnya, atau sekelompok manusia kepada sekelompok manusia lainnya?
Perilaku manusia itu dibentuk oleh kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus. Apabila kebiasaan itu adalah hal-hal yang baik maka manusia itu akan mempunyai perilaku yang baik. Apabila sebaliknya maka perilaku manusia itu menjadi tidak baik. Maka apabila cita dan cipta selalu ditujukan kepada Kemanusiaan, Cinta Kasih, maka manusia itu akan memiliki perilaku yang baik lebih kuat dari perilaku yang kurang baik. Oleh karenanya manusia harus senantiasa belajar dan mengembangkan sifat-sifat kemanusiaannya. Pembelajaran ini dimulai dari diri sendiri kemudian dikembangkan kesekelilingnya.
“Seorang yang berperi Cinta Kasih ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lainpun tegak; ia ingin maju, maka berusaha agar orang lainpun maju.” Lunyu VI : 30
Kemanusiaan itu bersifat universal tidak terbatas oleh lingkungan tertentu apalagi agama tertentu. Maka pemimpin agama tidak cukup berbicara dengan bahasa agama masing-masing, melainkan juga perlu berbicara dengan bahasa kemanusiaan yang universal sehingga terlibat dalam dialog global dan perdamaian universal. Apalagi dalam sejarahnya tradisi keagamaan telah berperan besar membentuk peradaban. Haruslah dihindarkan pengajaran agama yang eksklusif, menutup diri bahkan mengajarkan fanatisme yang sempit sehingga mempunyai persepsi kebenaran itu hanyalah miliknya sendiri atau tiada kebenaran diluar lingkungannya.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam dialog global, seperti kekerasan, pelestarian lingkungan, bahkan kesetaraan jender, perlu direspons dengan bahasa kemanusiaan. Ini mengingat nilai-nilai bawaan modernisasi yang umumnya berkiblat ke barat itu tidak mencukupi karena kurang sejalan dengan keberlanjutan lingkungan hidup dan solidaritas sosial.
Kemanusiaan sebenarnya terikat erat dengan peningkatan keimanan karena dalam sebagian besar diri manusia tertanam konsep illahi dan duniawi. Illahi sebagai kekuatan terbesar dan dunia sebagai tempat manusia mengambil bagian dalam transformasi sosial. Maka manusia belajar menjadi manusia dan terkoneksi dengan komunitas, alam, sekaligus juga hal-hal yang bersifat illahi. Selain itu, dalam pergaulan global sifat terbuka atau inklusif agama diperlukan. Tanpa inklusivitas, tidak ada dialog atau belajar mendengarkan serta menghargai yang lain. Sebaik apapun suatu agama, temasuk konfusiani, hanya merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup didunia. Untuk itu perlu nilai bersama agar dapat mendengarkan dan menghargai. Nilai bersama yang relevan adalah kemanusiaan, kebenaran, kesusilaan, kebijaksanaan dan kepercayaan serta kedamaian. Nilai-nilai inilah yang harus selalu dikembangkan pada diri setiap insan. Apabila diri ini telah dapat terbina, maka harus dikembangkan didalam keluarga, lebih lanjut dikembangkan kemasyarakat sekitarnya dan kemudian keseluruh negara dan dunia. Haruslah tetap diingat bahwa damai di dunia itu dimulai membina diri terlebih dahulu.
“Adapun yang dikatakan ‘damai di dunia itu berpangkal pada teraturnya negara’ ialah: Bila para pemimpin dapat hormat kepada yang lanjut usia, niscaya rakyat bangun rasa baktinya; bila para pemimpin dapat rendah diri kepada atasannya, niscaya rakyat bangun rasa rendah hatinya; bila para pemimpin dapat berlaku kasih dan memperhatikan anak yatim piatu, niscaya rakyat tidak mau ketinggalan.” Daxue X : 1.
Oleh : Makin Pak Kik Bio
Sumber : Pontianak Pos

Read More......

Makna Sembahyang Leluhur

“Dengan menengadah memeriksa kecemerlangan tanda-tanda dilangit; menunduk memeriksa hukum-hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan Bumi; maka Nabi memahami sebab daripada gelap dan terang, melacak semua asal-muasal dan akhir-pulangnya. Maka, dipahami tentang mati dan hidup; betapa sari dan semangat menjadikan benda/ mahluk dan bagaimana mengembaranya arwah (Hun) menjadikan perubahan. Demikianlah diketahui bagaimana sifat-hakekat daripada Nyawa dan Roh (Gui Shen – anima dan animus).”Yijing : Babaran Agung (A) IV:21.

KEHIDUPAN manusia di dunia, dalam iman Ru/ Khonghucu diyakini di "bangun" oleh adanya Daya Hidup Illahi (Roh/ Shen) dan Daya Hidup Duniawi (Nyawa/ Gui). Keduanya berpadu dalam kehidupan dan manusia berkewajiban untuk mengharmoniskan dan menyelaraskannya sesuai Firman Tuhan. Ibadah manusia pada dasarnya adalah bagaimana menempuh Jalan "datang dan kembali,” “dari dan kepada” Tuhan, dan itulah sejatinya tujuan pengajaran agama (beragama) bagi manusia.
Nyawa sebagai unsur Yin (-) diturunkan melalui ayah dan bunda sedangkan Roh sebagai unsur Yang (+) ditutunkan melalui Qian, Tuhan Yang Maha Besar, Khalik semesta alam. Nyawa (-) dan Roh (+) mempunyai bagian-bagian sebagai berikut, berdasarkan prinsip Thai Kik/ Tai Ji, Liang Gi / Liang Yi, Su Siang / Si Xiang, Pat Kwa / Ba Gua:
Nyawa (-) terdiri dari 2 yaitu : Hun / Hun (-+) atau Arwah, dan Phik / Po (--) atau Jasad.
Roh (+) terdiri dari 2 yaitu: Khi / Qi (++) atau Semangat, dan Ling / Ling (+-) atau Sukma.
Bila ditinjau secara metafisik, setelah manusia menunaikan kewajiban hidupnya dengan baik, menegakkan Firman, menempuh Jalan Suci serta menggemilangkan dan mengamalkan Kebajikan, bila telah tiba saatnya berpulang ke haribaan Tuhan maka Khi/ Qi akan naik ke atas kembali kepada Qian dan Po berpulang kepada Kun, Bumi. Namun Ling Hun, tergantung pada amal baik, perilaku terlebih ibadah yang bersangkutan untuk dalam segala kuasaNya "diterima", dalam kekekalan baka di sisi Tuhan. Ling akan "menunggu" Hun untuk me"nyatu" dalam keharibaan Tuhan sebagai Zhong Shi (prima causa & causa finalis) semesta dan segala. Inilah mengapa persembahyangan leluhur diserukan menjadi ibadah karena hidup berkelangsungan turun-temurun, perubahan terjadi dan berhubungan dengannya, renungkan petikan ayat di bawah ini:
“Yi PERUBAHAN itu menepati hukum Langit & Bumi, maka mampu menunjukkan tanpa cacat atau kacau tentang Jalan Suci Langit & Bumi.” Yijing: Babaran Agung (A): IV.
Ts’ai-wu berkata, ”Saya mendengar akan Gui (nyawa) dan Shen (roh), tetapi belum mengerti apa yang dimaksudkan dengan sebutan itu.” Nabi bersabda, “Qi (semangat) itulah wujud berkembangnya daripada Shen, Po (Badan, Jasad) itulah wujud berkembangnya dari pada Gui. Berpadu harmonisnya Gui dan Shen, itulah tujuan tertinggi ajaran Agama. “Semua yang dilahirkan pasti mengalami kematian; yang mengalami kematian pasti pulang kepada tanah; inilah berkaitan dengan Gui. Tulang dan daging melapuk di bawah, yang bersifat Yin hilang masuk ke tanah. Tetapi Qi berkembang memancar diatas cerah gemilang, diiringi asap dupa wangi semerbak membuat mengharukan, inilah sari beratus zat, perwujudan Shen.” Kitab Kesusilaan/Li Ji XXI:2:1.
Dalam "mengembaranya Hun arwah" inilah; di satu sisi keturunan wajib menyembahyangi agar bisa "tenang", memberi pelayanan dalam persembahayangan dengan penuh kesusilaan (sebagai tindak lanjut laku bakti), me"nerus"kan amal ibadah kehadapan Tuhan, menjaga Ling Hun dalam memperbaiki maupun meningkatkan amal laku (ibadah) agar leluhur "bisa" kembali keharibaanNya dalam kekekalan di sisi Tuhan; di sisi yang lain persembahyangan leluhur juga bertujuan dalam makna dan arti spiritual memberi "tempat" agar dalam "pengembaraan Hun arwah" tidak ter"sesat" dan "gagal" kembali keharibaanNya !
Bila Ling Hun bisa menyatu kembali keharibaanNya inilah definisi Shen Ming/ Arwah Suci. Shen Ming ini jelas mempunyai "aura" bersih dan suci; maka bila persembahyangan leluhur terlaksana dengan baik dan benar, maka "aura" Shen Ming bisa menjadi suatu berkah dan perlindungan bagi keturunan/ keluarga yang bersangkutan.
Persembahyangan Leluhur dalam iman Ru jelas memberi suatu gambaran yang menyatu pada hubungan Tuhan - leluhur - manusia yang meliput kesatuan hidup Tuhan - bumi/ semesta - manusia. Ini mendasar pada kehidupan dunia akhirat yang berkaitan dengan daya hidup duniawi dan Illahi, yang memberi nuansa fisik dan metafisik dalam nilai imani Ru/ Agama Khonghucu.
Maka apakah masih perlu di "pertanyakan" konsep after life/ hidup sesudah mati Agama Khonghucu/ Ru Jiao?**
Oleh : Makin Pak Kik Bio
Sumber : Pontianak Pos

Read More......

Iman Sebagai Kompas Spiritual

“Iman itulah jalan Suci Tuhan Yang Maha Esa; berusaha beroleh iman, itulah Jalan Suci manusia. Yang beroleh iman itu, ialah orang yang setelah memilih kepada yang baik itu lalu didekap sekokoh-kokohnya.” Zhong Yong XIX : 18.

HATI manusia senantiasa dilanda rawan, keinginan dari luar dan keinginan dari dalam (nafsu) selalu saling cenderung. Apabila diri tidak di dalam iman maka keinginan yang saling cenderung itu akan melanda, akan menguasai diri sehingga diri hanyut di dalam arus hawa nafsu sehingga perbuatan menjadi tidak terkendali. Keinginan-keinginan yang melanda dapat berupa suatu ambisi, keserakahan, dendam, kebencian dan iri-dengki. Apabila semua itu menjadi tak terkendalikankan maka dapat mengakibatkan diri menjadi makin larut dalam kekecewaan, penyesalan, kegelisahan yang memungkinkan orang melarikan diri dari kenyataan. Maka tidak sedikit orang lari ke alkohol, narkoba, dan berbuat kejahatan lainnya. Maka seorang Junzi selalu hati-hati bila seorang diri, di dalam perbuatannya. Agar terhindar dari segala perbuatan yang tidak baik, manusia harus mempunyai pedoman hidup, yaitu iman yang dapat menjadi kompas hidup untuk memberi arah hidup manusia dengan dilengkapi peta yang berupa kitab-kitab suci agama.
Iman artinya ialah kepercayaan atau keyakinan yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan yang dipeluk, yaitu menyangkut ketulusan keyakinannya pengakuan terhadap kebenaran dan kesungguhan dalam mengamalkannya. Istilah ‘Iman’ berasal dari kata ‘Cheng’ yang mengandung makna ‘sempurnanya kata, batin dan perbuatan’, Maka, iman itu ialah sikap atau suasana batin yang menunjukkan sempurnanya kepercayaan, keyakinan kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa, kepada Mu Duo atau Genta RohaniNya serta Kebenaran Ajaran Agama yang dibimbingkan. Oleh kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran ajaran Agama yang dipeluknya, seorang yang beriman akan membina diri dengan sungguh-sungguh, sebulat tekad, dengan tulus dan jujur akan melaksanakan ajaran Agamanya; hidup menempuh Jalan Suci (Dao).

Ada sebuah cerita seorang guru disebuah perguruan beladiri ingin menguji empat orang murid-muridnya. Berkatalah sang guru kepada keempat muridnya, “Hai, murid-muridku sudah saatnya engkau menguji ilmu yang telah kau pelajari.” Maka dibagikannya empat ekor ayam kepada keempat muridnya dan masing-masing murid mendapatkan seekor ayam, sang guru meminta murid-muridnya supaya memotongnya dengan syarat tidak boleh ada seorangpun yang mengetahuinya. Dengan sigap keempat murid itu berangkat untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh sang guru. Beberapa hari kemudian keempat murid itu kembali kepadepokan sang guru, mereka telah selesai melaksanakan tugas dan segera menghadap untuk melapor kepada gurunya. Murid pertama datang dan mengatakan, “Saya kerjakan di sebuah gua di puncak gunung karena saya yakin tidak ada seorangpun yang dapat mencapai puncak tersebut.” Murid yang kedua mengatakan, “Saya memotongnya di hutan yang lebat yang penuh dengan binatang buas, murid berani memastikan tiada seorangpun yang melihatnya!” Murid yang ketiga mengatakan, “Saya membawanya ke sebuah pulau kecil di tengah laut, tak ada seorangpun yang berani datang mengunjungi pulau tersebut!” Murid yang keempat datang menemui gurunya sambil membawa ayam dalam keadaan masih hidup. Semua yang hadir disekitar sang guru menjadi terheran-heran, sang gurupun melihat dengan tersenyum. Ia lalu berkata, “Guru, saya tidak sanggup melakukannya karena ke mana pun saya cari, tak ada tempat yang bisa bebas dari kehadiran yang satu dan berada di atas, yaitu Sang Pencipta Alam Semesta!”

Ini adalah sebuah cerita tentang seseorang yang telah mencapai iman, sekalipun seorang diri, tidak ada seorangpun yang melihat ia tetap satya di dalam iman akan kehadiranNya, serta tetap teguh melaksanakan apa yang telah menjadi kodrat kemanusiaannya yaitu Cinta Kasih dan Kebenaran. Ketika manusia sudah mengerti akan Kebenaran, tidaklah dirinya dapat menutupi dari segala macam kepalsuan. Meski seorang diri tidak akan melakukan hal-hal yang tidak benar, seperti korupsi meski dengan berbagai alasan pemaaf, tidak diketahui orang lain dsb. Iman kepada Tuhan tidak hanya melakukan sembahyang, memanjatkan doa memohon pengampunan saja. Melainkan harus melaksanakan apa yang menjadi FirmankanNya, dan bukan sebaliknya berdoa agar Tuhan melaksanakan keinginan yang berdoa. Oleh karenanya iman dapat menjadi kompas dalam mengarungi kehidupan ini sampai dengan titik akhirnya.**
Oleh : Makin Pak Kik Bio.

Sumber :Pontianak Post

Read More......