Kamis, 02 April 2009

Mensyukuri Apa yang Dimiliki

“Tiada sesuatu yang tidak karena Firman, maka terimalah itu dengan taat di dalam kelurusan. Maka orang yang mengenal Firman tidak akan berdiri di bawah tembok yang sudah miring retak. Orang yang sungguh-sungguh sepenuh hati menempuh Jalan Suci, lalu mati, ia lurus di dalam Firman. Mati dengan kaki tangan diborgol (karena perbuatan yang ingkar dari Jalan Suci), itu tidak lurus di dalam Firman.” Mengzi VIIA : 2.

DUNIA dewasa ini telah terselimuti oleh materialisme. Keberhasilan seseorang lebih diukur dengan jumlah uang atau materi yang didapatkannya. Bahkan untuk mendapatkan kekayaan orang kadang sudah lupa akan kebenaran. Kehidupan sehari-hari selalu diwarnai oleh pameran materi, kekayaan maupun kemewahan. Mulai di jalanan, mobil-mobil mewah menjadi pemandangan yang sudah tidak asing lagi. Pusat-pusat perbelanjaan, iklan televisi selalu menawarkan kemewahan. Semua itu tentu akan mendorong masyarakat untuk bermimpi mendapatkan hidup yang bermewah-mewah. Akan tetapi hanya sebagian orang saja yang dapat mencapainya. Sedangkan yang lainnya harus mau berpuas diri dengan hidup sederhana. Tetapi itu semua sah-sah saja, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkannya, tinggal seberapa besar kemauan dan kemampuan usahanya.
Tetapi, ibarat peribahasa mengatakan, manusia berusaha tetapi Tuhan yang menentukan, atau ada peribahasa lain yang mengatakan bahwa kesuksesan itu sembilan puluh lima persen adalah usaha, lima persen adalah keberuntungan. Keberhasilan dalam hidup ini adalah berkat usaha masing-masing, tiada seorangpun yang dapat menentukan keberhasilan orang lainnya. Tetapi ada juga orang yang telah berusaha mati-matian akan tetapi hasilnya masih pas-pasan juga. Seolah keberuntungan tidak juga mau mendekatinya, tetapi seseorang yang telah mengerti akan Firman Tuhan pasti selalu mensyukuri apa yang telah dimiliki atau didapatkannya.
Alkisah, di sebuah kerajaan, sang raja memiliki kegemaran berburu. Suatu hari, ditemani penasihat dan pengawalnya raja pergi berburu ke hutan. Karena kurang hati-hati, terjadilah kecelakaan, jari kelingking raja terpotong oleh pisau yang sangat tajam. Raja sangat bersedih, penasihat raja berusaha menghibur dengan kata-kata manis, tapi raja tetap besedih.
Karena tidak tahu lagi apa yang mesti diucapkan untuk menghibur raja, akhirnya penasihat itu berkata. “Baginda, apa yang terjadi patut disyukuri.” Mendengar ucapan penasihatnya itu sang raja langsung marah besar. “Kurang ajar! Kena musibah bukan dihibur tapi malah disuruh bersyukur….!” Lalu raja memerintahkan pengawalnya untuk menghukum penasihat tadi dengan hukuman tiga tahun penjara.
Waktu terus berganti. Hilangnya jari kelingking ternyata tidak membuat raja menghentikan kegemarannya berburu. Suatu hari, raja bersama penasihatnya yang baru dan rombongan, berburu ke hutan yang jauh dari istana. Tidak terduga, saat berada ditengah hutan, raja dan penasihatnya tersesat dan terpisah dari rombongan. Tiba-tiba, mereka dihadang oleh orang-orang suku primitif. Keduanya lalu ditangkap dan diarak untuk dijadikan korban persembahan kepada para dewa.
Sebelum dijadikan persembahan kepada para dewa, raja dan penasihatnya dimandikan. Saat giliran raja dimandikan, ketahuan kalau salah satu jari kelingkingnya tepotong, yang diartikan sebagai tubuh yang cacat sehingga dianggap tidak layak untuk dijadikan persembahan kepada dewa. Akhirnya, raja ditendang dan dibebaskan begitu saja oleh orang-orang primitif itu. Dan penasihat barulah yang dijadikan persembahan kepada para dewa.
Dengan susah payah, akhirnya raja berhasil keluar dari hutan dan kembali ke istana. Setibanya di istana, raja langsung memerintahkan supaya penasihat yang dulu dijatuhinya hukuman pejara segera dibebaskan. “Penasihatku, aku berterima kasih kepadamu. Nasihatmu ternyata benar, apa pun yang terjadi kita patut bersyukur. Karena jari kelingkingku yang terpotong waktu itu, hari ini aku bisa pulang dengan selamat…” Kemudian, rajapun menceritakan kisah perburuannya waktu itu secara lengkap.
Setelah mendengar cerita sang raja, buru-buru si penasihat berlutut sambil berkata: “Terima kasih baginda. Saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya waktu itu. Karena jika tidak, mungkin sekarang ini, sayalah yang menjadi korban dan dipersembahkan kepada para dewa oleh orang-orang primitif itu.”
Ketika sedang mendapatkan kelimpahan berkah orang tidak boleh tidak bersyukur kepada Tuhan. Ketika mendapatkan ujian ataupun cobaan harus juga bersyukur. Karena kebahagiaan itu adalah mensyukuri apa yang dimiliki.

Oleh Makin Pak Kik Bio
Sumber : Pontianak Post

0 komentar:

Posting Komentar