Selasa, 05 Mei 2009

Mati Hidup Adalah Firman

Mati - hidup adalah Firman, kaya – mulia adalah pada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang Junzi selalu bersikap sungguh-sungguh, maka tiada khilaf. Kepada orang lain bersikap hormat dan selalu susila. Lun Yu 5 : 2.

ALKISAH pada zaman dahulu di Tiongkok hidup seorang tua berbudi perkerti luhur. Orang tua ramah itu mempunyai dua kegairahan: memelihara aneka jenis kuda yang langka dan mencintai putra tunggalnya lebih dari apa pun. Istri satu-satunya telah meninggal dunia. Orang tua itu kerap berkuda bersama putranya ke tempat-tempat yang jauh untuk jual-beli kuda, menemui teman-teman baru, dan menikmati keberuntungan yang diperoleh.
Pada suatu pagi, pintu istalnya terlihat terbuka dan salah satu kuda kesayangannya, seekor pejantan, telah melarikan diri. Tatkala para tetangga mendengar kabar hilangnya kuda kesayangannya itu, mereka datang menghiburnya. Mereka merasa sedih orang tua itu tertimpa nasib buruk. Namun di luar dugaan, orang tua itu tidak merasa masygul. Ia menyatakan kehilangan kuda kesayangan itu tidak lantas berarti bernasib buruk. Tak ada cara untuk memperkirakan sebelumnya, hal itu terjadi begitu saja dan tak ada sesuatu yang bisa diperbuatnya. “Nasib buruk atau baik, siapa yang tahu. Tak ada alasan untuk merasa sedih,” ujarnya.
Seminggu kemudian, kuda jantan yang hilang itu kembali lagi. Kali ini, ia bahkan membawa serta seekor kuda betina putih yang langka dan berharga. Tatkala para tetangga mendengar kabar ini, mereka mendatangi lagi dan memberi ucapan selamat atas nasib baiknya. Namun kembali, orang tua itu bersikap tenang dan biasa-biasa saja. Ia mengutarakan, “Nasib baik atau buruk, siapa yang tahu. Kejadian ini tidak serta-merta berarti nasib baik.” Munculnya kuda betina putih itu secara begitu saja tidak membuat ia melonjak kegirangan. Kembali para tetangga menunjukkan keheranan.
Suatu ketika, tatkala putranya sedang menunggang kuda betina itu, kuda tersebut tergelincir dan jatuh. Sang putra ikut jatuh dan patah kakinya. Ia menjadi pincang sewaktu berjalan. Para tetangga datang lagi ke orang tua tersebut untuk menghibur. Bahkan sebagian dari mereka menganjurkan agar kuda betina itu dijual saja atau bahkan dibunuh, sebelum kesialan lebih jauh menimpanya. Namun, orang tua itu menolak dan menyatakan kejadian itu hanya sekedar kecelakaan murni. Para tetangga menganggap orang tua itu sudah tidak waras dan membiarkannya sendirian.
Tak lama kemudian, pecah perang dinegeri tersebut. Sejumlah anak muda dipaksa untuk bergabung dalam dinas ketentaraan, kecuali putra pemilik kuda yang cacat kakinya itu. Banyak anak muda gugur di medan perang yang ganas tersebut. Para tetangga menganggap peruntungan orang tua dan putranya itu bagus. “Mungkin”, sahut orang tua bijak itu secara singkat dengan ekspresi wajah biasa-biasa saja.
Nasib baik atau buruk siapa yang dapat mengetahui sebelumnya? Sering orang menunggu nasib baik baru melakukan sesuatu, baru mau melakukan sesuatu kalau merasa akan mendapatkan sesuatu yang dianggap pasti menguntungkan, atau kalau merasa kesempatannya dianggap sudah matang. Melihat orang yang telah berhasil meraih sesuatu prestasi orang kadang mengatakannya itu adalah keberuntungan atau hoki. Tetapi keberuntungan, rejeki atau hoki itu akan jatuh ke tangan orang yang siap untuk menerimanya. Ini ada benarnya juga, kalau seseorang tiba-tiba mendapat durian runtuh seperti ada kesempatan mengusahakan suatu pekerjaan, akan tetapi orang tersebut tidak siap, tidak menguasai cara-cara untuk melakukannya, atau tidak cukup pengetahuan dan kemampuan untuk mengerjakannya, pasti kesempatan itu akan berlalu begitu saja.
Nabi Khongcu mengajarkan bahwa manusia harus selalu bersungguh-sungguh dan tidak berbuat khilaf, selalu berusaha sekuat tenaga dan pikiran, tentang hasilnya berserah kepada Tuhan.Tatkala Nabi di Negeri Wee, menabuh semacam alat musik yang dibuat dari batu. Ketika itu lewatlah seorang yang mendukung keranjang rumput di muka kediamannya lalu berkata, “Sungguh sepenuh hati memukulnya.” Sebentar kemudian berkata pula, “Sungguh jelas! Lagunya merayu seperti berkata ‘Tiada orang yang mengenal Aku!’ Tetapi kalau tidak ada yang mau mengenalNya, mengapakah tidak dihentikan saja? ‘Menyeberangi sungai, bila airnya dalam, menyeberanglah beserta pakaiannya; bila airnya dangkal, bolehlah menarik pakaian keatas’.” Nabi bersabda, “Sungguh tegas orang ini. Tetapi apakah sukarnya kalau hanya begitu?”
Dialog diatas menunjukkan bahwa dalam berbuat sesuatu harus selalu dengan sungguh-sungguh sekalipun seolah tiada harapan akan hasilnya, karena ketika kesempatan itu tiba berarti telah siap menerimanya dan tidak tersia-siakan. Inilah yang sering tidak diketahui oleh kebanyakan orang.

Oleh : Makin Pak Kik Bio

0 komentar:

Posting Komentar