Selasa, 27 Juli 2010

Teguh Iman Kepada Tuhan

DALAM kita menjalani kehidupan ini, sebagai manusia, hendaklah bertindak dan berperilaku dalam batasan yang berperikemanusiaan pula. Karena kita semua dilahirkan melalui ayah dan ibu, dalam kemuliaan kebajikan Tuhan, dibekali watak sejati yang berperi cinta kasih, menjunjung kebenaran, menyukai kesusilaan, kebijaksanaan, dan menghargai integritas/ dapat dipercaya. Maka kita wajib mengembangkan benih kebajikan yang terkandung dalam watak sejati kita sepanjang hayat hidup. Dengan cara hidup yang berkebajikan itulah kita memuliakan nama Tuhan, sekaligus memuliakan nama orangtua kita.

Namun perlu juga disadari, bahwa meski pun di dalam kita menjalani hidup berkebajikan itu, tidaklah berarti kita selalu mengalami hal yang mulus dan menyenangkan. Terkadang kita berbuat baik pada orang lain, tetapi hasil yang diterima tidak sesuai yang kita harapkan. Hal yang demikian itu juga pernah dialami seorang Nabi besar Khongcu semasa hidupnya (551 sM – 479 sM). Nabi Khongcu tetap teguh iman dan percaya akan kebesaran kuasa Thian/ Shang-Di (Tuhan Yang Maha Esa). Keteguhan iman menjadi sumber kekuatan Beliau dalam menunaikan misi penyebaran kebajikan sampai akhir hayatNya. Hingga saat sekarang ini terbukti Ajaran Kebajikan Nabi Khongcu menembus jaman dan benua, memberikan inspirasi kepada umat manusia tentang pentingnya hidup berkebajikan mencapai kedamaian yang diridhoi Tuhan.
Nabi Khongcu pernah bersabda “Aku tidak menggerut kepada Thian, tidak pula menyesali sesama manusia, Aku hanya belajar dari tempat yang rendah ini, terus maju menuju tinggi menempuh Jalan Suci. Tuhan mengerti akan diriKu.” Dengan iman yang demikian kuat akan ke-Esa-an Nya, Beliau menjadi begitu teguh dan tabah menghadapi segala rintangan serta cobaan dalam menjalani misi kehidupan mulianya.
Ada beberapa peristiwa yang hampir mengancam jiwaNya pernah terjadi selama perjalanan pengembaraan Beliau dalam menunaikan misi menyebarkan ajaran Kebajikan yang dibawakan ke berbagai Negara di jaman Chun Chiu (+/- 500 - 513 SM). Seperti pada saat Beliau beserta murid-muridNya dikepung oleh pasukan pemberontak selama 7 hari, ketika berniat mengunjungi Negeri Cai. Rombongan Guru dan murid sampai kelaparan karena kehabisan makanan. Kepada murid-muridnya pada saat genting itu, Nabi pun bersabda,”Thian telah menyalakan api kebajikan dalam diriKu, apakah yang dapat dilakukan pemberontak itu atas diriKu?” Dan akhirnya datang bala tentara bantuan dari Negeri Chu membebaskan Beliau beserta murid-murid dari mara bahaya tersebut.
Pada saat yang lain, Beliau juga pernah dikepung oleh orang-orang Negeri Kuang yang mengira Dirinya sebagai Yang Hu (musuh mereka), dalam keadaan genting dan kehabisan ransom makanan. Murid-muridnya sebagian telah jatuh sakit karena kelaparan. Namun Nabi masih tetap menenangkan murid-muridnya dengan memberi ceramah serta bermain musik serta bernyani. Akhirnya orang Kuang itu sadar akan kekeliruan mereka dan melepas rombongan Nabi melanjutkan perjalanan.
Bagi Nabi Khongcu, kesulitan yang dapat dihadapi dengan tabah, akan membuka pikiran kita kearah penghayatan nilai kebenaran yang lebih tinggi. Sebagaimana pernah disabdakan “Apabila Tuhan menginginkan seseorang menjadi besar, maka ia akan menyengsarakan otot dan tulangnya, menyiksa kulit dan bathinnya. Dengan demikian terbukalah pikiran dan mata hatinya, terlatihlah otot dan tulangnya untuk menjadi orang yang tangguh dan bijaksana.”
Nabi Khongcu juga berkata: ”Seorang petani yang baik dapat menabur benih dan memacul, tetapi tidak dapat menjamin hasil panennya. Seorang tukang yang baik dapat mengerjakan bahannya dengan terampil, tetapi ia tidak dapat menjamin kemashurannya.” Dengan perkataan ini Nabi mengajarkan bahwasanya kemampuan manusia terbatas pada usaha, dan hasilnya akan tergantung pada banyak factor yang tidak sepenuhnya dapat diprediksi oleh kita, hal inilah yang oleh umat beragama disebut sebagai kuasa Thian.
Demikianlah kita perlu belajar dari keteladanan Nabi Khongcu didalam keyakinan dan keimananNya kepada Thian/ Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan beriman yang kuat, segala kesusahan dapat dilalui dengan tabah, maka disabdakan “Bila diri tiada iman, segalanya tidak akan terwujud (langgeng).. Bila mengetahui diri bersalah, dan segera memperbaikinya, itulah cara menuju kebenaran. Tetapi bila tidak memperbaikinya, itulah kesalahan sesungguhnya.”

Oleh Js. Munazad (Pengurus MATAKIN Komwil Medan)

Sumber :www.pontianakpost.com

0 komentar:

Posting Komentar