Selasa, 27 Juli 2010

Cinta Kasih

DALAM kitab Lun Yu atau Lun Gi atau Bunga Rampai dari ajaran Khonghucu, ada satu bagian atau ayat yang berbunyi: “Ketika Tiong Kiong bertanya mengenai pengertian jen (cinta kasih), Khonghucu berkata,….. jangan berbuat sesuatu terhadap orang lain yang engkau sendiri tidak menginginkannya terjadi pada dirimu sendiri (XII,2).

Di dunia ini sering terjadi dimana orang ingin melakukan hal yang tidak baik pada diri orang lain, namun dia juga tidak menginginkan sesuatu itu terjadi pada diri mereka sendiri. Sebagai contoh seseorang ingin mencelakakan orang lain mungkin karena orang lain itu pernah berbuat yang merugikan dirinya, namun sebaliknya dia tidak ingin dicelakakan oleh orang lain. Oleh karena itu jika kita tidak ingin dirugikan oleh orang lain, janganlah bercita-cita merugikan orang lain.
Dalam Lun Yu juga dikatakan, bahwa manusia jen adalah orang yang karena ingin mengukuhkan kedudukannya, mengukuhkan kedudukan orang lain, dan karena ingin mengembangkan dirinya, mengembangkan orang lain. ... itulah yang dapat dinamakan jalan untuk mengamalkan jen” (VI, 28).
Jika kita perhatikan ungkapan Khonghucu di atas; pengamalan atas jen (cinta kasih) terjadi dalam bentuk memperhatikan orang lain. Berbuatlah untuk kepentingan orang lain jika kita juga menginginkan perbuatan yang sama berlaku atas diri kita. Di sini berlaku kebajikan akan dibalas dengan kebajikan dan kejahatan akan dibalas dengan kelurusan (SS XIV;34) Inilah segi positif dari perbuatan tersebut, yang oleh Khonghucu disebut chung atau tenggang menenggang terhadap orang lain. Dalam segi negatifnya, yang oleh Khonghucu disebut shu, adalah jangan berbuat sesuatu, terhadap orang lain, yang engkau sendiri tidak ingin hal itu terjadi pada dirimu. Jika kita tidak ingin disakiti oleh orang lain, janganlah kita menyakiti orang lain; jika kita tidak ingin dimusuhi oleh orang lain, janganlah kita berpikir untuk memusuhi oleh orang lain, dan seterusnya. Kenyataan itu sendiri sebagai suatu keseluruhan, yang oleh Khonghucu disebut prinsip chung dan shu, yaitu jalan terbaik untuk mengamalkan jen atau cinta kasih terhadap sesamanya.
Sedangkan pada pengikut Khonghucu di kemudian hari, prinsip ini dikenal dengan “prinsip tepa salira”. Artinya suatu prinsip yang memakai diri sendiri menjadi tolak ukur untuk mengatur prilakunya. Jika kita ingin dilayani oleh orang tua kita dengan baik atau leluhur kita, maka kita juga harus memberikan pelayanan yang baik kepadanya. Atau layanilah penguasamu jika engkau menginginkan bawahanmu melayani dirimu dengan baik pula. Berbuatlah apa yang terbaik menurut kita untuk menyenangkan atasan kita, niscaya bawahan kita juga akan berbuat yang terbaik buat kita.
Dalam karya Fung Yu Lan (1990) dikatakan bahwa prinsip chung dan shu sekaligus merupakan prinsip jen, sehingga pengamalan terhadap chung dan shu berarti pengamalan terhadap jen. Dan pengamalan ini mengakibatkan pelaksanaan tanggung jawab serta kewajiban seseorang dalam masyarakat, yang didalamnya terkandung sifat yi atau perikeadilan. Dengan demikian prinsip chung dan shu merupakan awal dari akhir dari kehidupan moral seseorang. Oleh karena itu dalam hidup ini prinsip chung (tenggang rasa terhadap orang lain) harus dikembangkan; kalau tidak, keadilan, kedamaian dalam dunia ini sulit untuk dicapai. Jika sikap cinta kasih atau jen sudah tidak ada lain dalam diri manusia; maka dunia ini penuh dengan permusuhan, jika ini terjadi, maka kehancuran akan terjadi di mana-mana. Jalan yang terbaik yang harus ditempuh kata Khonghucu adalah mengembangkan sikap jen atau cinta kasih terhadap sesama manusia dan sesama makhluk hidup lainnya.

Oleh : M. Ikhsan Tanggok
Sumber : Pontianak Post

0 komentar:

Posting Komentar